Tidore – Rabu (31/3), ketika mentari mulai tenggelam pertanda hari mulai gelap, saya dan beberapa rekan kerja berinisiasi mengunjungi salah satu perkampungan di Kecamatan Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan. Dengan mengendarai sepeda motor, kami mulai menyusuri jalanan terjal yang dihiasi pepohonan hijau, sepanjang perjalanan kami kerap menjumpai kebun-kebun warga sekitar yang ditanami beragam jenis tanaman pertanian.
Kami pun memasuki sebuah perkampungan dengan suasana yang masih asri dan tampak bersih, terlihat beberapa anak riang bermain di halaman rumah dan sesekali melemparkan pandangan melihat kedatangan kami. Di kampung yang tampak tenang tersebut, beberapa pemuda terlihat sibuk dengan pekerjaan yang mereka kerjakan, sebagian lagi mengisi waktu sore dengan saling ngobrol di teras rumah.
Kelurahan Jaya, sebuah perkampungan di atas perbukitan yang kami tuju. Di sini kami dapat mengamati jejeran pohon singkong berbaris rapi di pekarangan rumah-rumah warga. Potensi singkong yang telah mengantarkan Kelurahan Jaya dikenal sebagai penghasil “Sagu Jai”. Ya, Kelurahan Jaya, perkampungan yang menjadi asal muasal dikenalnya “Sagu Jai”.
Sesampainya di Kelurahan Jaya, tak menunggu lama, kami bergegas mencari dan menemui salah satu pemuda Jaya, Ali Jufri (45), yang dalam kesehariannya mengumpulkan “Sagu Jai” dari masyarakat setempat kemudian dipasarkan maupun didistribusikan ke toko oleh-oleh, khususnya yang menjajakan kuliner khas Maluku Utara di Ternate dengan brand “Hulajay”.
Di sebuah bangunan sederhana tempat ia memajang beragam produk yang telah ia dapatkan dari masyarakat setempat, kami disambut. Pria yang juga menjalankan bisnis jual beli hasil bumi tersebut mempersilahkan saya dan beberapa rekan untuk masuk. Di sebuah ruangan yang tampak berantakan dengan diselimuti aroma pala yang menusuk hidung, kami pun memulai perbincangan.
Pria yang telah merintis usaha pemasaran “Sagu Jai” tersebut membuka obrolan dengan mengisahkan perjalanannya menjadi seorang distributor.
“Ini saya pe tampa (tempat) usaha, nanti di dalam box itu Sagu Jai deng (dan) barang-barang yang kemarin ada kase tampil di stand Kampoeng Rameang,” tutur Ali sembari menunjuk sebuah wadah yang tampak dipenuhi berbagai produk.
Ia juga menceritakan bahwa usaha pemasaran“Sagu Jai” yang dirintisnya telah berjalan kurang lebih dua tahun. Di samping memulai usaha pemasaran Sagu Jai, pria yang akrab disapa Ali oleh warga setempat ini juga memproduksi Sagu Jai, tetapi masih dalam jumlah yang terbatas.
“Usaha pemasaran Sagu Jai ini bajalan (berjalan) so dua tahun lebih. Jadi, sagu itu saya beli di masyarakat yang dong biking, baru saya jual lagi pake saya pe label,” ucap pria yang juga menjalani kesehariannya sebagai petani singkong itu.