Oleh :
Bukhari F. Rahman (Statistisi BPS)
Pandemi Covid-19 mengakibatkan sebagian provinsi di Indonesia terperosok pada jurang resesi. Maluku Utara memang tidak mengalami resesi, namun pada tahun 2020 Maluku Utara mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi 4,92 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 sebesar 6,91 persen.
Efek domino pun terjadi pada sektor ketenagakerjaan, ribuan pekerja harus dipotong upahnya dan bahkan diputus hubungan kerjanya. Dampaknya, tingkat pengangguran terbuka naik menjadi 5,15 persen dibandingkan tahun 2019 sebesar 4,81 persen.
Tenaga kerja merupakan salah satu variabel penting dalam perekonomian. Tenaga kerja memainkan peran ganda, yaitu menjadi salah satu faktor produksi produk perekonomian dan di sisi lain merupakan target pasar industri. Apa yang kita lakukan di pasar tenaga kerja, membantu kita menentukan kemakmuran, kita bisa tahu barang apa saja yang dapat dikonsumsi, dengan siapa kita membentuk hubungan (Borjas, 2008). Sehingga perlu mempertimbangkan variabel ketenagakerjaan dalam merancang suatu kebijakan pembangunan termasuk kebijakan pemulihan ekonomi.
Potret kualitas pekerja Maluku Utara
Pada era disrupsi teknologi saat ini, pekerja berkualitas ialah modal penting dalam perekonomian. Kualitas pekerja menjadi preferensi industri dalam penentuan status ketenagakerjaan dan tingkat pendapatan. Sederhananya seorang pekerja dengan kualifikasi pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menduduki posisi strategis dan memiliki kesempatan mendapatkan upah atau gaji yang tinggi.
Kualitas tenaga kerja berpengaruh pada produktivitas. Pekerja di Maluku Utara didominasi oleh pekerja dengan kualifikasi pendidikan SMP ke bawah yaitu sebesar 53,14 persen dimana kontribusi terbesar berasal dari pekerja tamatan SD ke bawah yaitu sebesar 34,17 persen. Sebaliknya, jumlah tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan universitas hanya sebesar 15,48 persen (BPS, 2021). Di sisi lain, Indikator Produktivitas Tenaga Kerja pada Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Provinsi Maluku Utara tahun 2020 memiliki nilai 3,95 dari nilai maksimal 10 (Kemnaker, 2020). Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa kaulitas pekerja Maluku Utara masih rendah sehingga berpengaruh pada produktivitas kerja.
Selain itu, rendahnya kualitas pekerja berpengaruh pula pada upah atau gaji yang diterima. Tenaga kerja lulusan universitas memperoleh upah/gaji rata-rata sebesar 3,6 juta rupiah per bulan. Jumlah tersebut lebih tinggi sebanyak dua kali lipat dibandingkan upah atau gaji rata-rata yang diterima oleh pekerja tamatan SD yaitu sebesar 1,6 juta rupiah per bulan dengan jumlah jam bekerja lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja lulusan universitas.
Kualitas Pekerja & Bonus Demografi
Maluku Utara memiliki keunggulan demografi dimana populasinya didominasi oleh penduduk usia porduktif. Menurut hasil Sensus Penduduk 2020, terdapat 69,83 persen penduduk usia produktif di Maluku Utara dengan rasio ketergantungan sebesar 42. Uniknya, penduduk usia produktif tersebut didominasi oleh penduduk generasi milenial dan generasi Z sehingga Maluku Utara sudah memasuki era bonus demografi yang diproyeksikan akan terjadi hingga tahun 2030.