Sebuah pengantar redaksi sentranews.id
Oleh : Muhammad Wildan
Telepon genggam terus berdering, notifikasi satu persatu masuk memberi tanda hari di mulai. Pagi ini, siang nanti, bahkan sore hingga malam, hiruk pikuk berita, opini, komentar, story, dan status terus bertebaran di ruang maya. Bit demi bit data digital berkecamuk di udara, dihantar oleh sinyal satelit-satelit komunikasi dan dalam hitungan detik telah tiba di genggaman kita. Aktivitas udara kini jauh lebih sibuk dibanding aktivitas di daratan maupun lautan.
Komunikasi jarak jauh yang dahulu hanya mampu dilakukan oleh orang sakti “berilmu” tinggi – telepati, kontak batin atau apapun namanya – kini dapat dilakukan siapa pun tanpa memerlukan kesaktian tertentu. Cukup punya perangkat smartphone, kita dapat menyapa siapa saja yang kita mau tanpa terhalang jarak, hampir semua orang kini aktif di media sosial, hampir setiap orang kini terkoneksi secara digital. Informasi telah berkembang menjadi komoditas yang akan selalu laris jauh melebihi kebutuhan orang akan makanan. Faktanya, tidak setiap menit orang memerlukan makanan, tetapi hampir setiap menit orang membuka ponsel pintarnya.
Sebuah era yang diramalkan John Naisbit dalam kitab Global Paradox-nya, kini tersaji dalam aktivitas keseharian kita, siapa pun, dari profesi apapun, dengan segmentasi usia manapun, punya hak dan kedaulatan yang sama di alam virtual. Melalui kecanggihan teknologi inilah dunia terasa lebih sempit. Seorang anak di pesisir Tidore dalam sejurus waktu dapat mengetahui apa yang terjadi di Antartika.
Kebutuhan akan informasi yang sedemikian tinggi telah melahirkan konsep lain dalam industri komunikasi dan informasi. Begitu pun dalam dunia jurnalisme, berkembang dan menyesuaikan diri dengan kemajuan tersebut. Memang, sampai kapan pun layar tidak akan pernah mampu menggantikan kertas, terasa ada sensasi tersendiri ketika kita membaca sembari membuka lembaran demi lembaran, menghirup aroma kertas, wangi lem perekat halaman-halaman buku seolah tak mampu digantikan oleh sentuhan jemari di atas layar LCD. Namun bagaimana pun juga, zaman terus berkembang dan akan tiba masanya kertas digantikan oleh teknologi layar sentuh yang semakin sophisticated. Bisa saja karena kampanye gerakan ekologi yang semakin masif dan membuat manusia tersadar lalu berhenti menebang pohon untuk membuat kertas, atau bisa juga karena kita sudah kehabisan pohon.
Kemudahan, kebebasan, dan kecepatan akses terhadap informasi saat ini telah melahirkan tanggung jawab baru bagi para penyedia informasi. Bila dahulu media cetak seperti koran identik dengan bapak-bapak berkacamata dan bersarung yang sedang membaca berita sambil menikmati secangkir kopi di beranda rumah. Atau, informasi lifestyle yang disajikan dalam sebuah majalah di tangan seorang nyonya yang bersantai di sofa selepas memasak, nampaknya mulai usang dan tergantikan oleh kehadiran smartphone. Hal ini menuntut para penyedia informasi agar lebih cerdas dalam memilah dan memilih berita atau informasi sebelum disajikan ke ruang publik, bukan tidak mungkin, iklan “obat kuat” akan terbaca oleh anak SD.