Ternate – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Maluku Utara akan melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bertajug ‘Melawan Hoax, Selamatkan Pemilu’ yang bertempat di Emerald Hotel, Ternate pada Sabtu (2/12) mendatang.
Dalam FGD tersebut AMSI Maluku Utara melibatkan penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, ahli, akademisi, jurnalis, organisasi masyarakat serta kepemudaan, dan LSM, dalam diskusi terarah.
Manajer Program Cek Fakta AMSI Maluku Utara, Galim Umabaihi mengatakan, berdasarkan data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024 yang dirilis oleh Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) RI, Provinsi Maluku Utara menduduki posisi ketiga dalam tingkat kerawanan pemilu yang tinggi.
Data tersebut mengukur kerawanan pemilu dan pemilihan berdasarkan empat dimensi, yaitu sosial
politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi. Dalam dimensi sosial politik, Maluku Utara masuk dalam kategori tinggi.
“Hal tersebut menunjukkan adanya faktor-faktor sosial dan politik yang dapat mempengaruhi kelancaran proses pemilu,” ujar Galim, Kamis (30/11).
Faktor-faktor ini, kata Galim mungkin termasuk ketegangan politik, perbedaan pendapat yang tajam, atau ketidakstabilan sosial yang dapat memengaruhi iklim pemilu dan pemilihan.
Galim menjelaskan, dalam dimensi penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, Maluku Utara masuk dalam kategori sedang, menandakan ada beberapa aspek penyelenggaraan pemilu dan pemilihan yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan.
Faktor-faktor seperti transparansi, netralitas penyelenggara, dan efektivitas mekanisme pengawasan mungkin menjadi perhatian dalam upaya meningkatkan integritas pemilu.
“Kategori kontestasi yang tinggi menunjukkan tingginya persaingan politik di Maluku Utara, baik antar partai politik maupun antar kandidat. Persaingan yang ketat dapat menciptakan situasi yang rawan terhadap praktik tidak fair, intimidasi, atau konflik yang dapat mengganggu proses pemilu dan pemilihan,” kata Galim.
Menurutnya, dalam dimensi partisipasi, Maluku Utara masuk dalam kategori sedang, menandakan tingkat partisipasi pemilih yang perlu ditingkatkan. Tingkat partisipasi yang rendah dapat berdampak negatif pada kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu dan pemilihan yang rawan terhadap manipulasi atau ketidakpuasan.
“Dengan demikian, berdasarkan kategori yang disebutkan, Provinsi Maluku Utara diklasifikasikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat kerawanan pemilu yang tinggi untuk pemilihan tahun 2024,” tutur Galim.
Ia menuturkan, hal semacam ini menunjukkan perlunya perhatian ekstra dari pihak terkait untuk mengatasi tantangan dan risiko yang mungkin muncul selama proses pemilihan di provinsi tersebut, dengan fokus pada faktor-faktor yang diidentifikasi dalam dimensi sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi.
“Dengan melibatkan pemangku kepentingan lokal, AMSI Maluku Utara berharap dapat menemukan dan memetakan masalah dan isu-isu pemilu dan pemilihan yang membuat IKP berada di posisi tiga terbawah se-Indonesia,” ujar Galim.
“Kampanye hitam, berita bohong, politik uang, dan politik identitas di ruang publik, tak terkecuali di media sosial telah menjadi ancaman serius dalam proses pemilu dan pilkada 2024 mendatang,” timpalnya.