Tidore – Penyidik Kepolisian Resort Kota (Polresta) Tidore Kepulauan diduga masuk angin dalam penanganan kasus diskriminasi ras dan etnis yang diduga dilakukan oleh salah satu bakal calon Walikota Tidore Kepulauan, atas nama Samsul Rizal.
Bagaimana tidak, kasus yang diduga telah melukai sejumlah suku di Wilayah Oba, akibat pernyataan Samsul Rizal yang dianggap menghina warga Oba dan suku sanger itu, kini telah dihentikan tanpa ada alasan yang jelas.
Penasehat Hukum (PH) dari pihak pelapor, Fahmi Albar, mengaku kalau dirinya telah mendapat surat pemberhentian atas kasus tersebut dengan nomor : B/123/V/2023/Reskrim.
Fahmi lantas mempertanyakan apa dasar penyidik melakukan pemberhentian kasus tersebut, karena faktanya, semua saksi telah diperiksa, bahkan para saksi juga mengakui kalau pernyataan yang disampaikan Samsul Rizal, itu benar adanya.
“Kemarin mereka (Penyidik) bilang ke saya kalau tidak memenuhi unsur pidana karena tidak cukup dua alat bukti, namun dua alat bukti itu seperti apa, mereka tidak menjelaskan,” ungkapnya saat ditemui awak media di Kantor Pengadilan Negeri Soasio, Senin, (26/8).
Fahmi menekankan, pemberhentian kasus tersebut, tidak serta merta menggugurkan proses hukum yang telah berlangsung, apabila sewaktu-waktu dua alat bukti yang dimaksud penyidik telah terpenuhi.
“Semua saksi maupun terlapor juga sudah dimintai keterangan sampai penyidik melakukan gelar pemberhentian. Kalau tidak terpenuhi unsur, lantas hasil dari pemeriksaan itu isinya seperti apa, ini yang harus dibuka oleh penyidik,” cetusnya.
Ia melanjutkan, pemberhentian kasus ini, merupakan sikap subjektif yang dilakukan oleh penyidik. Olehnya itu, ia meminta agar penyidik dapat menjelaskan terkait dasar dan alasan pemberhentian kasus tersebut.
“Akibat dari pernyataan terlapor, sampai ada demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh warga Oba karena dianggap telah mengganggu ketertiban umum, itu artinya apa yang disampaikan terlapor (Samsul) jelas masuk dalam peristiwa unsur pidana,” pungkasnya.
Terpisah, Sekretaris Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kota Tidore, Amir Abdullah, yang juga selaku pelapor, mengaku kalau dirinya belum mendapat pemberitahuan atas pemberhentian kasus tersebut.
Meski begitu, ia menceritakan kalau dirinya telah dipanggil penyidik untuk dimintai klarifikasi, hanya saja, penyidik maunya kasus tersebut dilaporkan langsung oleh warga oba yang berasal dari suku sanger.
“Mereka (Penyidik) maunya perwakilan dari suku sanger yang melaporkan langsung, karena bahasa yang disampaikan Samsul itu jelas menyebutkan suku sanger,” bebernya.
Sebagai Perwakilan dari suku Tidore yang tinggal di daratan Oba, Amir mengatakan, kalau dirinya bersama kepala Desa yang tergabung di dalam Apdesi Kota Tidore, mengambil langkah dengan melaporkan Samsul Rizal, karena merasa tersinggung dengan kalimat Samsul yang menyebutkan wilayah Oba sebagai tempat kacau (Rusuh) dan Mabuk.
“Laporan kami dianggap tidak kuat, karena penyidik maunya semua perwakilan suku yang ada di Oba harus ikut lapor, dengan alasan penyebutan soal Oba, itu tentu ada banyak suku di dalamnya, sehingga tidak boleh hanya satu suku yang mewakili,” tandasnya.