Oleh :
Heno Angkotasan (Pengurus Merah Putih Institut & Direktur Rumah Ide Demokrasi)
Dalam dunia politik Indonesia, dukungan simbolis sering kali memiliki makna yang dalam. Baru-baru ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mempercayakan obor perjuangan kepada Sultan Tidore, Husain Alting Sjah, sebagai simbol tanggung jawab besar untuk menerangi dan memajukan Maluku Utara. Penyerahan obor ini bukan sekadar isyarat politik biasa, melainkan menandakan sebuah kolaborasi antara warisan sejarah dan visi masa depan.
Sultan Tidore Husain Alting Sjah bukan hanya sekadar seorang pemimpin adat. Ia adalah simbol keberlanjutan tradisi panjang kerajaan di Nusantara, yang dalam sejarahnya, memiliki peran besar dalam perdagangan, politik, dan peradaban maritim di wilayah timur Indonesia. Dengan menempatkan obor perjuangan di tangannya, PDIP menegaskan bahwa mereka menghargai kekuatan sejarah dan budaya sebagai bagian dari strategi politik masa depan.
Maluku Utara, sebagai salah satu provinsi kepulauan, memiliki potensi besar dalam hal sumber daya alam, pariwisata, dan perikanan. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan. PDIP, melalui simbolisasi ini, mungkin melihat peluang untuk membawa perhatian nasional terhadap daerah ini. Dukungan politik yang kuat, didukung oleh otoritas simbolik Sultan Tidore, diharapkan dapat mendorong pembangunan yang lebih cepat dan merata.
Sejarah kerajaan Tidore sendiri terkait erat dengan perjuangan melawan kolonialisme. Pada masa lalu, kerajaan ini memainkan peran kunci dalam mengusir penjajah dari tanah Maluku. Warisan inilah yang mungkin dilihat PDIP sebagai kekuatan yang relevan untuk dihidupkan kembali, terutama dalam konteks modern di mana Indonesia tengah berjuang untuk mengatasi berbagai tantangan global dan domestik.
Penyerahan obor perjuangan kepada Sultan Tidore juga mengisyaratkan bahwa PDIP memiliki strategi yang lebih luas untuk menggandeng tokoh-tokoh adat dan kultural di daerah-daerah. Dalam banyak kasus, pengaruh tokoh adat jauh lebih kuat di daerah daripada tokoh-tokoh politik modern. Dengan menggabungkan kekuatan politik dan budaya ini, PDIP tampaknya berupaya merangkul semua elemen masyarakat untuk mendukung agenda pembangunan nasional.
Namun, di balik langkah ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Maluku Utara masih dihadapkan pada berbagai masalah, mulai dari infrastruktur yang kurang memadai, pendidikan yang tertinggal, hingga keterbatasan akses terhadap teknologi dan kesehatan. Jika Sultan Tidore berhasil membawa obor ini dan PDIP konsisten dalam mendukungnya, kita mungkin akan melihat perubahan besar dalam beberapa tahun ke depan.
Keterlibatan Sultan Tidore dalam kancah politik nasional mungkin juga akan membuka pintu bagi pemimpin-pemimpin adat lainnya di wilayah timur Indonesia. Meskipun demikian, kolaborasi semacam ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak warisan budaya dan peran adat yang sudah ada. Integrasi antara politik dan adat haruslah bersifat harmonis, bukan eksploitasi.