Oleh:

Dr. Abdul Motalib Angkotasan (Dosen Universitas Khairun Ternate)

Carut marut korupsi membawa Indonesia ke ujung jalan kehancuran. Perilaku korupsi seolah menjadi kenormalan dalam ruang hidup bernegara. Padahal, segudang regulasi sudah disusun oleh para ahli. Sistemnya juga telah ditata, namun perilaku korupsi justru semakin tidak ketulungan. Lantas apa yang salah di bangsa ini?

Adakah rumusan kongkrit guna mengobati penyakit korupsi? Seluruh masyarakat Indonesia menaruh harapan amat tinggi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi sampai ke akar terdalamnya.

Pasalnya, tindakan korupsi telah masif dipraktekkan oleh pengelola anggaran negara. Beberapa menteri tersandung korupsi saat menjabat, ratusan kepala desapun  menghadapi hal yang sama.

Untuk mengobatinya, butuh dua pendekatan preventif, pertama membangun algoritma kehidupan berintegritas dan kedua edukasi nilai kejujuran.

Algoritma kehidupan Berintegritas

Meminjam pemikiran Dr. Fitro Rohcahyanto (Wakil Ketua KPK), terdapat optimisme besar memberantas korupsi melalui algoritma kehidupan. Kehidupan manusia ibarat Artificial Inteligen (AI), tersusun dari berbagai algoritma. AI selalu menghadirkan berbagai informasi sesuai selera penggunanya. Demikian pula terjadi di diri manusia, disebut algoritma kehidupan berintegritas.

Jika algoritma terdapat di dalam diri setiap anak bangsa, otomatis menghidupkan perilaku jujur, baik dan benar dalam kinerja. Rumusan ini dapat dimanifestasikan dalam proses pemberantasan korupsi melalui mengaji kesadaran. Penulis menyebutnya gerakan membangun kebersadaran universal, berintegritas berbasis kearifan budaya.

Bangsa ini punya kekayaan peradaban, dikenal dengan kearifan budaya. Banyak nilai transenden telah dirumuskan oleh para leluhur tentang cara membangun manusia paripurna. Manusia yang dalam kehidupannya tidak berorientasi materialis dan punya prinsip kejujuran. Kearifan ini membuat generasi Indonesia terdahulu merupakan pribadi yang punya integritas diri.

Sayangnya, nilai ini telah terdistorsi oleh gelombang akulturasi moderenisme. Materialisme merajai nafas kebanyak anak bangsa. Syahwat mencari keuntungan pribadi, mau kaya dengan cara instan, tidak puas diri dan memanfaatkan kesempatan untuk memperkaya diri membuat korupsi merajai algoritma kehidupan keindonesiaan dewasa ini.

BACA JUGA   Benny Laos dan Politik Snouck Hurgronje

Kebersadaran berintegritas semestinya menjadi nilai bersama dalam kehidupan mulai dari fase balita. Orang tua harus memastikan anaknya tumbuh dengan perilaku yang baik, jujur, dan menjunjung nilai kebenaran. Anak-anak Indonesia diharuskan taat dan patuh menjalankan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya.

Pendekatan lain adalah edukasi spiritual. Pasalnya, spiritual mendorong setiap insan melewati jalan pensucian diri. Memaknai kehidupan dunia yang fana sebagai jembatan menuju kehidupan abadi nanti. Nilai kebaikan akan berbuah kebaikan pula dan sebaliknya.

Edukasi spiritual

Manusia ditakdirkan punya akal budi, punya hati sebagai kompas dalam membedakan kebenaran dan kebatilan. Jendral hati menjadi panglima besar diri untuk memastikan segala laku sesuai norma dan nilai kemanusiaan. Kebersadaran terbangun melalui proses edukasi formal dan informal. Keluarga sebagai unit sosial terkecil berperan penting menanamkan kebersadaran universal atas nilai Integritas diri.