Berkenalan dengan Pikiran Ahmad Laiman, Calon Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan

Tidore – Cuaca mendung dengan rintik hujan yang sesekali turun, tak menghalangi langkah kami untuk berkunjung ke rumah salah seorang politisi senior di Tidore. Pukul 16.45 WIT, kami tiba di sebuah rumah di bilangan Gamtufkange, Kota Tidore Kepulauan. Jumat (14/6).

Sang pemilik rumah keluar menyambut kami, Abang Leman, begitu ia biasa disapa, dengan senyum ramah mengajak kami masuk ke ruang tamu rumahnya yang tertata rapi. Usai saling bersalaman dan saling bertanya kabar, pertanyaan-pertanyaanpun mulai kami ajukan.

Setelah menyalakan sebatang kretek, Abang Leman kemudian mulai bercerita tentang awal mula ia terjun ke dunia politik. Ia menuturkan, perkenalannya dengan politik terjadi sewaktu ia menempuh pendidikan tinggi di Kota Makassar. Universitas Hasanuddin menjadi tempat pikiran-pikiran politiknya menyemai dan tumbuh. Kehidupan aktivisme di kampus inilah, awal mula ia bersentuhan dengan politik. Gelombang reformasi yang menggugat politik Orde Baru di medio 90an menjadi latar belakang mengapa ia memilih terjun menjadi aktivis mahasiswa.

Muhammad Sinen dan Ahmad Laiman sewaktu menghadiri kegiatan DPP PDI Perjuangan, Foto: Istimewa

Kebiasaannya berkumpul dengan para aktivis mendorong Abang Leman untuk ikut dalam berbagai kegiatan waktu itu. Ia kemudian bergabung dengan Konsorsium Pemberdayaan Masyarakat Sipil Sulawesi Selatan, sebuah LSM yang aktif melakukan advokasi atas persoalan-persoalan masyarakat di Sulawesi Selatan. Di lembaga ini juga pikiran-pikiran kritisnya semakin berkembang.

Perkenalan dengan Partai Politik

Jelang Reformasi 98, sewaktu wacana pemikiran sosialisme mengemuka, dan menggugah semangat perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Abang Leman bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD), sebuah partai berhaluan sosialis demokrat yang didirikan oleh Budiman Sujatmiko.

Selama di PRD, meskipun tidak menjadi pengurus inti partai, ia mengaku banyak mendapat pembelajaran politik. Gerakan perlawanan terhadap rezim Orde Baru yang kian memuncak saat itu, semakin menyeretnya sebagai aktivis PRD. Untuk ikut bergerak mengkonsolidasi perlawanan hingga ke kota-kota lain di tanah air, seperti Surabaya, Jogja dan Jakarta. Kesibukannya ikut dalam gerakan reformasi inilah yang membuat Abang Leman terpaksa harus Drop Out (DO) dari kuliahnya.

BACA JUGA   Kisah Sanggar Kabata; Kreasi Budaya Halmahera Tengah

Beruntung, setelah Presiden Suharto mundur, atas prakarsa dari Prof. Anwar, salah seorang guru besar Ilmu Komunikasi, Universitas Hasanuddin kemudian menggelar kelas gratis bagi para aktivis reformasi, yang tertunda kuliahnya. Ia akhirnya melanjutkan pendidikan di Jurusan Jurnalistik hingga selesai pada 2002.

Kembali ke Tidore

Berbekal ijazah sarjana, Abang Leman kembali ke Tidore. Ia lantas bergabung dengan aktivis pro demokrasi lainnya di Maluku Utara. Selama di kampung halaman, ia terlibat aktif dalam dialektika pemikiran demokrasi pasca Reformasi 98. Cita-cita menghadirkan demokrasi yang terbuka dan representatif masih terus ia pelihara dalam jiwa dan pikirannya.