Weda,- Sebagai daerah yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam suku, Maluku Utara juga memiliki kekayaan kuliner yang beragam. Diantara ragam kuliner tersebut adalah Salamin yang merupakan kuliner khas Kabupaten Halmahera Tengah.
Reporter Sentranews.id berkesempatan mengunjungi sentra produksi panganan ini. Meskipun awalnya kesulitan, akibat semakin langkanya produsen, kami akhirnya berhasil mewawancarai salah seorang penduduk yang berprofesi sebagai produsen salamin. Tepatnya di Desa Were, kecamatan Weda, Senin, 23 Agustus 2021.
Dialah Farida Husain (51), seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya membuat dan menjual salamin. Menurut Farida, proses membuat salamin sama persis dengan membuat sagu lempeng biasa, hanya saja diberi beberapa bahan tambahan, yaitu; garam, kelapa dan pisang juga gula merah. Bahan-bahan tersebut nantinya akan dibakar dalam forno hingga temperatur tertentu dan menghasilkan aroma bakar yang menggugah selera.
Ia mengungkapkan, bahwa pada dasarnya salamin dibuat dari tepung sagu yang diberi beberapa campuran untuk melengkapi rasa. Terdapat tiga varian rasa pada salamin yang selama ini dikenal, yakni; rasa pisang, kelapa dan gula merah. Masyarakat Halmahera Tengah biasanya mengonsumsi salamin sebagai menu sarapan dan kudapan di sore hari.
Wanita yang akrab disapa bibi Ida ini menceritakan bahwa usaha pembuatan salamin sudah dikerjakan keluarganya turun temurun.
“Biking ini tuh so lama skali, sebelum saya kawin. Ini dari tong pe nenek, baru kabawa di saya pe mama terus ke saya ini sampe sekarang,” kenangnya.
Untuk memasarkan salamin buatannya, ia biasa berkeliling menawarkan dari rumah ke rumah atau jika ada pesanan. Bibi Ida mangaku, setiap hari ia berhasil menjual 150 hingga 200 lempeng salamin. Adapun harga salamin, ia bandrol seharga Rp.5000 setiap lempengnya.
“Ini saya bawa-bawa saja, kadang-kadang saya bawa 150 sampai 200, bikin sadiki-sadiki tarada. Salamin biasanya dong pasang itu ada yang harga 100 ribu, 150 ribu dan 200 ribu,” ujarnya.
Bibi ida bercerita, bahwa bahan dasar salamin ia beli dengan harga Rp. 150.000 per karung. Sedangkan untuk bahan tambahan ia peroleh dari hasil kebun sendiri kecuali gula merah. Menurutnya salamin dapat bertahan hingga dua hari dan masih layak konsumsi. Dari hasil penjualan, ia menuturkan bahwa dalam sehari ia mampu meraup keuntungan bersih sebesar Rp. 350.000 sampai Rp. 400.000.
“Dia pe untung itu kalo dong jual 150 per karung kong bikin sampe habis itu bisa sampe 400 ribu,” ungkapnya.
Ia berkisah, pernah dibentuk kelompok yang mengakomodir para pembuat salamin, namun kini sudah tidak aktif lagi, akibat gaji yang diperoleh bibi Ida dan teman-temannya tidak sesuai harapan. Semula mereka digaji Rp. 1.500.000 perbulan kemudian dipangkas menjadi Rp. 1.000.000 per bulan. Ia bercerita bahwa mereka pernah mengeluhkan masalah tersebut kepada dinas terkait. Karena tak kunjung diselesaikan, akhirnya sebagian anggota kelompok memilih untuk berhenti dan memilih menjalankan usahanya masing-masing.