Tidore,- Jarum jam sore itu menunjukkan pukul 16.00 WIT, ketika kami berkendara menuju Folarora. Sebuah kelurahan di lembah Kiekici Tidore. Di perkampungan yang berundak rapi sepanjang tepian jalan, terlihat warga bercengkrama, menikmati mentari sore yang mulai menggelincir, Rabu (7/4).
Di halaman sebuah rumah yang berhias ragam bunga, sepeda motor kami parkir. Tuan rumah yang sudah tahu kedatangan kami pun keluar. Abidin Toduho, biasa kami panggil Ebit, lelaki 35 tahun dengan senyum hangat menyambut. Kami pun bersalaman.
“Ayo masuk, bru selesai kerja bakti kong” sambutnya.
Kedatangan kami bukan tanpa sebab. Sejak setahun yang lalu, Ebit mengembangkan hobi barunya, yaitu membuat bonsai kelapa. Sebuah kreasi tanaman hias yang menjadi alasan kami berkunjung sore itu.
Diawali dengan saling bertanya kabar, sebagai sesama teman di SMA, obrolan pun diselingi nostalgia, pembicaraan yang semula ngalor ngidul mulai fokus membahas kegemarannya membuat bonsai. Ebit mengaku, sejak sebelum pandemi covid-19, ia sudah mulai mengembangkan bonsai kelapa, kemahirannya membuat bonsai semakin terasah sewaktu diberlakukan stay at home.
Sejak saat itu, ia rutin mengerjakan bonsai kelapa sembari mengisi waktu sepulang bekerja. Profesinya sebagai perawat mengharuskannya tetap bekerja meskipun di tengah pandemi.
“Kalo tra salah 5 bulan sebelum covid, saya mulai biking bonsai kelapa, kamari covid ini kong hampir tiap hari biking bonsai,” ungkapnya.
Ebit pun mulai bercerita penuh semangat mengenai bonsai kelapa. Saat ditanya dari mana ia belajar membuat bonsai kelapa, Ebit menjelaskan bahwa semula ia memang mau memesan bonsai dari pembuat bonsai kelapa di Bali, yang dilihatnya dari media sosial. Namun biaya pengiriman yang mahal membuatnya urung, dengan berbekal tutorial di youtube, ia mulai belajar membuat bonsai kelapa.
“Tadinya saya mo pesan bonsai kelapa dari Bali, tapi ongkir terlalu mahal, jadi lebe bae saya buat sendiri saja,” jelas pria multitalenta ini.
Di teras rumahnya, berpot-pot kreasi bonsai kelapa disusun rapi di atas rak kayu. Gading oranye dan kuning nampak mendominasi jenis kelapa yang dibonsai. Usia bonsainya pun beragam, dari yang baru 7 bulan hingga 1,5 tahun. Menurut Ebit, butuh kesabaran tinggi dalam mengkreasi bonsai. Setidaknya setiap minggu bagian pelepah kelapa harus rajin disayat dengan tujuan menghambat pertumbuhan daun.
“Kelapa itu keluar daunnya satu helai dalam satu bulan, jadi memang harus sabar,” ujar ayah satu anak ini.
Mengenai media tanam, Ebit menjelaskan bahwa untuk bonsai kelapa, terdapat 3 jenis media tanam yang biasa ia gunakan untuk pembibitan kelapa, yaitu media tanah, air, dan pasir. Masing-masing media tanam memiliki keunggulan tersendiri. Jika disemai di media air, pertumbuhan akar biasanya lebih cepat dibandingkan dengan media tanah. Demikian juga, jika disemai pada media tanah atau pasir, maka pertumbuhan daun akan lebih cepat daripada akar.
“Kalo pake media tanam air, pertumbuhan akarnya lebih cepat, kalau pake tanah atau pasir pertumbuhan daunnya yang lebih cepat,” lanjut Ebit.