Dan bahkan Google tidak tahu Tidore itu di mana

Tentang kehidupan Nuku Soleman juga ditulis oleh kerabat dan keluarganya setelah beliau meninggal, dengan judul Ragu-Ragu Pulang Saja, yang diterbitkan Pro DEM (Jaringan Aktivis Pro Demokrasi), tahun 2005.

Apa gerangan Tidore hilang dari percakapan tentang Ke-Indonesia-an akhir-akhir ini, secara sederhana saya bisa menjawab, mungkin waktu itu Tidore tidak mempunyai penulis seperti Buya Hamka dan Sultan Tidore ketika memilih bergabung dengan Indoneisa, tidak meminta kepada Presiden Soekarno untuk menjadikan Tidore sebagai daerah istimewa seperti yang dilakukan oleh Sultan Hamengkubowono IX di Yogyakarta.

Jika yang saja jabarkan sebelumnya adalah Tidore di masa lalu, lantas apa yang bisa dibanggakan dari Tidore di masa sekarang? Tidore adalah kota kedua tersepi penduduknya setelah kota Subulussalam di Provinsi Aceh. Maka dapat saya katakan bahwa Tidore adalah sebaik-baiknya tempat healing, bukan sekedar sepi penduduknya tapi kalian akan merasakan sensasi ketenangan yang benar-benar tenang. Karena tren berlibur sudah bergeser dari tiga S (Sea, Sex dan Sun) ke perjalanan mencari ketenangan, maka Tidore adalah jawabannya. Belum lagi ada budaya spiritual yang sampai sekarang masih bisa dirasakan.

Saya selalu berharap agar Tidore tidak hanya diingat ketika tanggal tua, hanya karena gambar pulaunya dengan jelas terpampang di uang seribu berpasangan dengan Kapitan Pattimura yang memegang parang.
Sekian.

SYUKUR DOFU.

BACA JUGA   Erwin Umar: Figur Pemimpin Perubahan yang Merangkul Aspirasi Muda