Pengertian dan Sejarah Singkat Dunia Jurnalistik di Indonesia
Secara etimologis, Jurnalistik berasal dari kata Journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik. Dalam kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah atau berkala lainnya.
Sejarah jurnalistik Indonesia pada abad 20 ditandai dengan munculnya Medan Prijaji yang didirikan oleh dan modal orang Indonesia, yaitu Tirtohadisuryo, untuk bangsa Indonesia. Mulanya pada 1907, surat kabar ini berbentuk dan baru pada 1910 berubah menjadi harian. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia menggunakan jurnalistik sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit. Pada masa Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang.
Akan tetapi, pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, jahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia. Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kegiatan jurnalistik.
Pada awalnya jurnalistik berperan sebagai satu diantaranya media komunikasi cetak di Indonesia adalah sebagai penyebaran informasi yang dibutuhkan oleh para pejuang kemerdekaan. Seperti yang dilakukan tiga serangkai Indische Partij, yaitu Dowes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi pada tahun 1913, didirikannya bumi putera untuk menentang rencana pemerintahan kolonial tentang penarikan pajak tanah.
Jumlah wartawan yang tersertifikasi di Maluku Utara tidak disebutkan secara spesifik, namun secara nasional, Dewan Pers mencatat ada 17.000 wartawan yang tersebar di Indonesia telah tersertifikasi melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Kini, salah satu diantaranya telah pergi menghadap sang Ilahi.
Cahaya lampu penerangan yang temaram tak mampu mengusir duka mendalam yang menyelimuti keluarga, sahabat, kerabat dan rekan-rekan Jurnalis. Nama Sahril Helmi diabadikan dalam beberapa tulisan buah karya orang-orang yang mengenalnya. Selaku junior, selain Do’a yang terus dilangitkan, penulis mendedikasikan catatan ini sebagai bentuk mengenang dan menghormati jejak perjalanan Almarhum di dunia Jurnalistik.
Almarhum Sahril adalah gambaran nyata dari jurnalis yang tak gentar menghadapi resiko demi menghadirkan kebenaran. Ia selalu berada di garis depan membawa informasi dari titik-titik paling sulit dijangkau. Dedikasinya tak hanya tercermin dalam liputannya, tetapi juga dalam keberaniannya menghadapi bahaya.
Akhirnya, penulis mengakhiri catatan ini dengan sedikit ucapan dan harapan; Selamat Hari Pers Nasional, “Berkarya selagi muda, bermanfaat selagi bisa.” Hormat saya kepada Fuad Muhammad Syafruddin atau Wartawan Udin yang dibunuh karena berita dan Almarhum Kakanda Sahril Helmi Kasim yang gugur karena tugas mulia.