Diklaim Mendorong Ekonomi, Hilirisasi Nikel Hancurkan Maluku Utara dan Dorong Kemiskinan


Sementara itu, polusi dari pembangkit batubara yang melistriki kawasan industri terus mencemari udara Maluku Utara. Di Desa Lelilef tempat IWIP beroperasi, angka kasus infeksi saluran pernapasan (ISPA) mengalami peningkatan konsisten.

“Sejak 2019, saya sudah mendalami dampak perusakan industri nikel pada ekosistem. Hasilnya mencengangkan: Reklamasi di wilayah IWIP membuat risiko banjir rob di masa depan. Ekosistem di tempat-tempat seperti Teluk Weda sudah hancur, habitat mangrove dan terumbu karang hilang 100%. Sisa ikan yang ada sudah tidak bisa dikonsumsi karena pencemaran sudah jauh di atas ambang batas,” ujar Dr. Muhammad Aris, akademisi dari Ternate.

“Pemerintah banyak mengklaim soal dampak positif ekonomi dari hilirisasi nikel. Namun kalau diukur, dampak ekonomi dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan sangat masif dan sulit diukur,” pungkasnya.

Pemerintah mengatakan bahwa hilirisasi nikel akan mendorong perekonomian Maluku Utara. Memang, Laporan Bank Indonesia 2023 menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Maluku Utara berada di angka di atas 20 persen dan merupakan yang tertinggi secara nasional. Namun data yang kemudian dikemas hiperbolik oleh pemerintah pusat ditunjang oleh nilai ekspor-impor terkait tambang nikel.

Sebaliknya, data pemerintah menyebut bahwa angka kemiskinan meningkat drastis. Pada Maret 2022, BPS Maluku Utara mencatat sebanyak 79,87 ribu penduduk miskin, jumlah tersebut meningkat sebanyak 83,80 ribu orang pada Maret 2023. Keuntungan dari hilirisasi nikel yang telah berjalan selama ini nampaknya hanya dinikmati segelintir orang, dan malah meningkatkan jurang kesenjangan. Sementara suara warga yang melawan kerap dibungkam dengan kriminalisasi.

“Desa Baturaja pernah mengalami banjir bandang besar-besaran. Kami menggalang protes terhadap PT ARA (Alam Raya Abadi) hingga tembus ke Mabes Polri, tapi tidak ada buahnya. Malah kepala Desa Baturaja ditahan di sel selama 8 bulan, dan saya sendiri sudah dua kali disomasi. PT ARA yang wilayah konsesinya kecil pun nampaknya kebal hukum,” kisah Yudo Setiono, warga Subaim.

BACA JUGA   Hari Pertama Pesona Budaya Jiko Akelamo 2024 Hadirkan Senam Sehat, Sunatan Massal dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Ismunandar, warga Buli, Halmahera Timur mendorong adanya moratorium industri ekstraktif terutama di Maluku Utara. Karena hingga saat ini setiap hari ada saja perusahaan-perusahaan kecil yang melakukan survei dan pengkaplingan baru di desa-desa termasuk di Buli. Menurutnya, hilirisasi sebenarnya penghalusan dari pengkaplingan, ketika tanah dikotak-kotakan dan dijual ke investor luar.

“Setelah wacana hilirisasi muncul, kuasa pertambangan zaman dulu dihidupkan kembali, dengan alasan rantai produksi yang lebih dekat. Percepatan perusakan pun jadi ikut lebih cepat. Mereka menyerobot wilayah lumbung pangan, wilayah tambak ikan, bisa (dengan mudah) diubah jadi kawasan tambang. Moratorium sebagai satu solusi. Ini perlu didorong dengan suara yang lebih besar. Karena pengrusakan sekarang ini tidak bisa lagi ditampung oleh halmahera,” katanya.

Ijan Sileleng, warga Patani mengatakan, daerah mereka kini sedang digempur oleh ekspansi tambang. Ancaman penderitaan atas kehidupan yang kini dialami warga di wilayah lain dikhawatirkan akan dirasakan warga Patani, Halmahera Tengah.