Oleh karenanya, untuk menata fungsi legislasi, yang diperlukan tidak hanya terbatas pada penguatan fungsi legislasi DPD tetapi juga dengan membatasi peran atau keterlibatan presiden dalam fungsi legislasi. Kalau memang punya political will yang kuat untuk melakukan purifikasi sistem presidensial, presiden tidak lagi dilibatkan dalam proses pembahasan rancangan undang-undang. Dengan demikian, mekanisme checks and balances dalam pembahasan rancangan undang-undang hanya terjadi antara DPR dan DPD. Selain fungsi legislasi, sistem bikameral yang efektif juga dibangun dalam fungsi anggaran. Terkait dengan hal ini, hampir semua negara memberikan kewenangan kepada the second chamber untuk melakukan perubahan dan penundaan dalam waktu terbatas terhadap rancangan undang-undang keuangan negara dan yang terkait dengan keuangan negara.
Misalnya di Puerto Rico, semua rancangan undang-undang untuk meningkatkan pendapatan harus berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi Senat dapat mengusulkan atau menyetujui amandemen seperti pada rancangan undang-undang lainnya (all bills for raising revenue shall originate in the House of Representatives, but the Senate may propose or concur with amendments as on other bills). Sementara di Inggris, House of Lords diberikan wewenang melakukan perubahan terhadap rancangan undang-undang keuangan negara dan tidak dapat melakukan penundaan lebih satu bulan (the House of Lords cannot delay a money bill for more than one month).Tidak demikian halnya dengan Indonesia. Pasal 22D Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara” Sama dengan fungsi legislasi, dalam fungsi anggaran, DPD juga mempunyai fungsi anggaran yang sangat terbatas, yaitu terbatas pada memberikan pertimbangan kepada DPR dalam proses pembahasan rancangan undang-undang APBN.
Padahal, pertimbangan hanyalah sebagian kecil penggunaan hak dalam fungsi anggaran. Semestinya, DPD diberi kewenangan untuk mengusulkan, mempertimbangkan, mengubah, dan menetapkan anggaran seperti DPR. Menurut Kevin Evans, dalam sistem bikameral, bila mengubah dan menetapkan tidak dimiliki the second chamber, maka the second chamber seharusnya diberi hak menunda persetujuan rancangan APBN.
Begitu juga halnya dengan fungsi kontrol atau pengawasan. Di samping melakukan pengawasan internal antar kamar di lembaga perwakilan rakyat, the second chamber juga punya kewenangan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan. Misalnya di Australia, pada tahun 1970, dibentuk tiga komite di Senat yang mempunyai kekuasaan untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Ketiga komite itu dikenal dengan three-fold committee system. Ketiga komite dimaksud adalah: (1) Standing Committees atau Permanent Committees. Komite ini bertanggung jawab mengawasi jalannya administrasi seluruh departemen pemerintah. (2) Select Committees atau Special Inquiry Adhoc Committees. Komite ini membidangi urusan rumah sakit, kesehatan, peredaran obat, dan segala yang menyangkut penyalahgunaan obat-obatan, keamanan, hak-hak migran, dan pasar modal. (3) Estimates Committees. Komite ini bertanggung jawab mengawasi penggunaan dana yang dialokasikan ke berbagai departemen pemerintah.