Oleh :
Masgul Abdullah (Pegiat Politik)
Publik Maluku Utara pasti tidak asing lagi dengan Dr. Margarito Kamis. Putra Maluku Utara yang menjadi Ikon, karena bisa go nasional. Ditengah situasi politik nasional yg penuh dinamika, Dr.Margarito bisa tampil dan berbicara di media-media nasional.
Margarito adalah salah satu pakar Hukum Tata Negara yang pemikirannya menjadi referensi dalam memotret problem di bidang ketata negaraan di negeri ini. Sebabnya, orang Maluku Utara bangga dengan Dr.Margarito Kamis, termasuk saya.
Yang Beda dari Dr.Margarito.
Ada hal yang membedakan dari seorang Margarito dengan pakar hukum lainnya, ketika ia menyampaikan pandangan hukumnya. Intonasinya tinggi, langsung inti, tegas, mimik wajah yang lugas dan mata yang tajam. Maklum, mungkin sebagai orang Timur, Maluku Utara, umumnya keras dan berapi-api.
Hal ini yang menjadi pembeda dari Dr. Margarito dengan pakar hukum lainnya saat menyampaikan gagasannya di layar televisi. Misalnya, Prof Yusril Ihza Mahendra yang penyampaiannya datar, halus dan sistematis dan tentunya berkualitas. Atau Prof Mahfud MD yang juga tegas, tajam, langsung menyebut nama, tapi tenang dan materinya penuh gizi.
Margarito adalah Margarito, dia tidak bisa disamakan dengan Yusril Ihza Mahendra atau Mahfud MD. Ia sebagai representatif orang Timur yang keras dan berapi api.
Margarito adalah manusia pada kodratnya, memiliki identitas tersendiri, berbeda dengan orang lain.
Manusia Sebagai Makhluk Beridentitas.
Identitas juga sebagai pembeda antara suatu kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat lainya. Hal ini bisa dilihat dari asal usul dan sejarah terbentuknya kelompok masyarakat, tempat tinggal dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tersebut.
Identitas juga sebagai pembeda antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Kambing pasti berbeda dengan Domba, Kerbau pasti berbeda dengan Kuda, meskipun sama-sama memakan rumput.
Begitupun Identitas pada agama. Satu agama berbeda dengan agama lainnya. Hal ini bisa kita lihat dari Kitab Suci, tata cara beribadah, bentuk rumah ibadah dan seterusnya.
Artinya, Identitas adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa terelakkan di muka bumi ini. Tanpa Identitas, kita tidak bisa membedakan setiap hal yang terjadi di muka bumi.
Politik Identitas.
Beberapa hari lalu, Pada acara dialog yang di gagas oleh Komunitas Djarot di Ternate. Saya mendengar Margarito menyampaikan pandangannya tentang Politik Identitas.
Margarito bilang, dalam momentum pemilihan Gubernur Maluku Utara, kita tidak usah bicara Politik Identitas. Tidak ada gunanya, menurut Dr. Margarito, problem Maluku Utara bukan soal Identitas, tapi pada kapasitas, yakni kapasitas pemimpin.
Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan kepada Dr. Margarito, bahwa Politik Identitas tidak bisa terelakkan dan berlaku di semua segmen politik di tanah air. Bukan hanya Pilkada, namun pada pemilihan presiden.
Politik identitas itulah, dimana Jawa sebagai suku terbesar dan menguasai lumbung suara secara nasional, selalu mejadi lahan rebutan. Siapa menguasai jawa, dia menjadi presiden. Di era politik elektoral, calon presiden yang berasal dari suku Jawa memiliki peluang lebih besar terpilih dibandingkan dari luar jawa. Nahdatul Ulama (NU), sebagai Ormas keagamaan terbesar di Indonesia, sehingga siapa menguasai NU, dia menguasai Islam.