Jakarta – Dugaan adanya permainan dalam pembatalan Sertifikat tanah warga di Halmahera Barat semakin mencuat.

Aliansi Mahasiswa Pemerhati Masyarakat (AMPM) menduga ada praktek “kongkalikong” antara Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Maluku Utara dan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Jailolo dalam proses pembatalan sertifikat.

Kepala KUPP Kelas III Jailolo diketahui mengajukan permohonan pembatalan Sertifikat Hak Milik pada 29 November 2023, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kepala Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara dengan menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Sertifikat Nomor: 31/SK-82.MP.02.03/I/2025, tertanggal 15 Januari 2025. Keputusan ini membatalkan Sertifikat Hak Milik Nomor 00416/Desa Gufasa yang terdaftar atas nama Farida KH. M.A Saifuddin dengan luas 580 m² di Desa Gufasa, Kecamatan Jailolo, Halmahera Barat.

Pemilik sertifikat, Faridah M.A Saifuddin, menegaskan bahwa dirinya telah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh Kantor BPN Halmahera Barat dalam proses penerbitan sertifikat dari tahun 2020 hingga 2022. Ia menolak tuduhan adanya cacat administrasi atau yuridis dalam penerbitan sertifikatnya.

“Saya telah memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan oleh BPN dan tidak ada satupun hal yang menyebabkan cacat administrasi maupun yuridis dalam sertifikat saya. Proses penerbitan ini dilakukan dengan transparan, tanpa ada keberatan dari pihak mana pun,” ujar Farida.

“Perlu diketahui bahwa, hak dan penguasaan atas bidang tanah saya ini, sesungguhnya diperoleh secara turun temurun dari kakek saya Almarhum Abbas Saifuddin yang kemudian turun kepada ayah saya Almarhum KH. Muhammad Sul Abbas Saifuddin, yang mana kemudian hal ini telah ditegaskan secara jelas untuk melengkapi syarat-syarat administrasi dalam proses permohonan penerbitan sertifikat pada tahun 2020 hingga 2022,” ungkapnya.

Kasus ini menimbulkan dugaan adanya mafia tanah yang berusaha merampas hak warga dengan cara-cara yang tidak transparan. AMPM menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan BPN Halmahera Barat cenderung mengabaikan proses hukum yang sedang berjalan.

BACA JUGA   Gelar LK II dan SC Nasional, HMI Cabang Tidore Usung Tema Indonesia Katalisator Poros Maritim Dunia

“Fakta yang kami temukan menunjukkan bahwa pihak Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara dan BPN Halmahera Barat sudah melampaui kewenangannya, bahkan mendahului keputusan hukum yang masih dalam proses. Ini jelas tindakan yang patut dicurigai sebagai bentuk permainan mafia tanah yang mengorbankan hak rakyat kecil,” tegas Sahrir, Ketua AMPM. Jumat (21/2).

Lebih lanjut, Sahrir mengungkapkan, pemilik sertifikat telah mengajukan keberatan administrasi ke Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara pada 28 Januari 2025. Namun, sebelum keberatan tersebut diproses, pada 12 Februari 2025, Kantor BPN Halmahera Barat telah lebih dulu mengirimkan surat ke Bank BRI Cabang Ternate dengan permintaan penarikan sertifikat yang dijadikan agunan pinjaman modal usaha.

“Surat yang dikirimkan BPN ke BRI Ternate sangat mencurigakan. Ini seolah menunjukkan ada kepentingan lain yang dimainkan di balik pembatalan sertifikat ini. Bagaimana bisa proses keberatan belum selesai, tetapi mereka sudah memerintahkan penarikan sertifikat dari bank?” tambah Sahrir.