Oleh:
Dealfrit Kaerasa, S.H
“Mengampuni kebatilan, sama dengan menzalimi orang-orang baik” (Black’s Law Dictionary)
Doelmatigheid adalah asas kemanfaatan atau tujuan yang harus diperhatikan dalam satu kegiatan atau pembayaran, untuk mengetahui apakah tujuan satu pekerjaan sudah sesuai dengan sasaran yang ditetapkan atau belum, termasuk dalam pengelolaan keuangan negara. Secara prinsip, pengelolaan keuangan negara dapat dibagi dalam enam poin yakni, akuntabilitas, profesionalitas, proposionalitas, keterbukaan, efisiensi, dan efektivitas.
Ruang lingkup keuangan negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UUD 1945 dapat dibagi dalam dua periode pra Amandemen III UUD 1945 dan periode pasca Amandemen III UUD 1945. Dalam periode pra Amandemen III pengertian keuangan negara hanya ditafsirkan secara sempit yaitu terbatas hanya pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Sedangkan pada periode pasca Amandemen III pengertian keuangan negara tidak hanya terbatas pada APBN, tetapi juga termasuk pada pengertian APBD, hal ini dikaitkan dengan terjadinya perubahan struktur organisasi dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dimana hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK selain diserahkan kepada DPR (APBN), juga kepada DPD dan DPRD (APBD) sesuai dengan kewenangannya.
Pengelolaan keuangaan daerah di Kabupaten Halmahera Barat jauh panggang dari api, terutama dalam pengelolaan dana Bantuan Sosial atas beasiswa akhir studi. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban bantuan keuangan dari penerima tahun 2022 pada BPKD, Bagian Kesra dan Tenaga Kerja, Dinas Sosial P3A dan DKP, masih ditemukan penerima bantuan sosial yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020, di mana penerima bansos atas beasiswa akhir studi tidak memenuhi kriteria berdasarkan hasil penelusuran ke website https://pddikti.kemdikbud.go.id.
Terdapat kurang lebih empat orang penerima berdasarkan pemeriksaan BPK Nomor 04.A/LHP/XIX.TER/05/2022 halaman 46 tabel 25, tidak sesuai ketentuan dan tidak memiliki resiko sosial sebagaimana yeng telah diatur dalam Perbup. Bahwa penerima beasiswa merupakan masyarakat yang tidak mampu, sementara dua orang lainnya menerima dana bansos tetapi yang bersangkutan telah lulus pada Desember 2019, dan 7 Agustus 2018.
Selain empat nama tersebut, ada beberapa nama juga ikut terseret sebagai penerima bantuan sosial, satu diantaranya adalah nama anak bupati Halmahera Barat sebagaimana yang terlampir dalam Bukti I lampiran 4 LHP nomor urut satu sebesar Rp100.000.000 namun tidak ada dalam Keputusan Bupati sebagai penerima.
Selain itu juga nama ajudan bupati ikut menerima bantuan sosial akhir studi dengan nilai uang sebesar Rp. 10.000.000 nomor urut 33, namun dalam Keputusan Bupati Nomor 22.B/KPTS/I/2022 nomor urut 22 hanya sebesar Rp 5.000.000. Padahal pengertian bansos sebagaimana yang kita ketahui adalah pemberian dukungan pemerintah atau lembaga lain kepada masyarakat yang membutuhkan, dan memiliki resiko sosial.
Pertanyaannya resiko sosial apa yang bisa ditanggung oleh anak pejabat dan ajudan bupati? Dan regulasi mana yang mengatur bahwa anggota Polri atau Pegawai Negeri Sipil bisa mendapat bantuan sosial.?