Hari mulai gelap, namun Acil masih bersemangat berbagi cerita. Acil berencana akan membuka kelas umum, semisal kelas SD, SMP, SMA, basic speaking, dan grammer jika fasilitas seperti kelas sudah memadai dan lembaganya sudah berbadan hukum. Selain itu, karena tenaga pengajar yang masih terbatas, Acil belum berani menerima siswa dari luar Tarau.
“Saya pe basic untuk usia dini saja, level atas belum ada pengajarnya. Rencananya nanti kalo so lengkap administrasi baru tong buka untuk umum, kendala torang pengajar juga. Torang berupaya untuk cari tenaga pengajar yang dari luar pe akomodasi, istilahnya untuk dorang dua pe doi bensinlah. Tapi waktu rapat, ada orang tua yang mau kasih sumbangsih perbulan 50 ribu, dan itu tong tra minta, itu dilakukan sukarela oleh orang tua murid,” jelasnya.
Adapun jadwal belajar mengajar dilaksanakan setiap hari dari pukul 17.00 sampai 18.00, kecuali hari minggu. Hari selasa, rabu, dan jum’at diperuntukan bagi kelas SMP dan SMA. Sedangkan hari senin, kamis dan sabtu untuk anak SD. Masing-masing dalam sepekan mendapat jatah 3x pertemuan sesuai dengan kondisi pengajar.
“Jadi dorang belajar itu setiap hari kecuali libur, hari Minggu saja. Hari Selasa, Rabu dan Jum’at untuk kelas SMP dan SMA. Sedangkan hari Senin, Kamis, dan Sabtu untuk anak-anak SD,” tuturnya.
“Dong (anak-anak) biasanya habis mangaji, dong so kamari. Kalau ada yang tra mangaji, jam 16.30 dong so kamari. Karena belajar mulai jam 17.00 sampai jam 18.00 WIT,” jelas Acil.
Saat disinggung metode pengajaran yang dipakai Acil dan teman-teman di Fala Gura, Acil katakan, bahwa saat ini ia lebih fokuskan pada pematangan dan memperbanyak kosakata bagi anak didiknya. Sebab menurutnya, metode di Pare belum bisa diterapkan untuk anak-anak. Sehingga, saat ini Acil lebih banyak menggunakan metode role play, yang mana pengajarannya lebih banyak dengan bermain, atau menyanyi. Sebab, menurut Acil, dunia anak lebih melekat dengan dunia permainan.
“Untuk metode, sekarang ini torang lebih banyak pake metode role play, jadi semisal bernyanyi, kemudian ice breaking, untuk cairkan suasana gitu-gitu tapi pake bahasa Inggris. Karena anak-anak ini kan dong lebih banyak bermain. Sedangkan anak SMP dan SMA, mereka lebih banyak story telling, menceritakan daily activity dan direction, jadi dorang langsung susun kalimat dan maju ke depan karena selain itu torang juga latih dorang pe mental,” ungkap Acil.
Ke depan lanjut Acil, ia berharap Fala Gura menjadi alternatif yang dapat memberikan akses yang mudah dan terjangkau bagi masyarakat di Ternate Utara. Mengingat, banyaknya tempat kursus di Kota Ternate yang berlokasi dalam kota, sehingga jarak tempuhnya pun cukup jauh.
“Ke depannya saya berharap tempat ini memberikan akses yang mudah, khususnya bagi anak-anak yang mau belajar bahasa Inggris. Jikalaupun nanti berbayar, setidaknya terjangkaulah,” ungkapnya.