Oleh:

Dr. Abdul Motalib Angkotasan (Direktur LSM Borero Institute Maluku Utara)

Selamat atas dilantiknya Bapak Muhammad Senen dan Bapak Ahmad Laiman Sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baru Kota Tidore Kepulauan 2025-2030. Ucapan ini ramai disampaikan oleh warga kota, sebagai ekspresi kemenangan dan harapan.

Sebagai pegiat ekologi, saya mengucapkan juga selamat kepada Pasangan Masi Aman yang telah dilantik sebagai pemimpin baru Kota Tidore Kepulauan. Semoga amanah puluhan ribu masyarakat dapat ditunaikan dengan Aman dan Amanah. Seperti tagline yang digunakan Masi Aman.

Banyak sekali harapan yang dititipkan tentunya, salah satunya harapan Ekologi. Empat harapan ekologi yang dititipkan untuk masa depan generasi; Pertama, generasi masa depan berharap taman kota di tata dengan nuansa kearifan budaya dan corak komoditi lokal. Akan indah jika taman kota dihiasi aroma cengkeh dan pala, ada pohon cengkeh dan pala yang diikultur menjadi tanaman pertamanan. Dengan demikian, wacana titik nol kota rempah bukan sekadar slogan tapi nyata dalam kebijakan.

Kedua, terumbu karang yang terlupakan dalam diksi kebijakan. Banyak spot terumbu karang yang menarik untuk dijadikan sebagai destinasi wisata bawah air, luput dari skema perencanaan. Di sisi lain, masih banyak kerusakan ekosistem terumbu karang yang butuh urung tangan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan buat merestorasinya. Harpaannya, ekosistem terumbu karang dapat di restorasi melalui gerakan bersama tanam karang.

Ketiga, ekosistem mangrove tertekan oleh aktivitas manusia yang ugal ugalan. Pengembangan kawasan wisata di area mangrove di Kota Tidore Kepulauan tanpa perencanaan yang matang berbasis data riset, pada akhirnya merusak kawasan mangrove. Alih fungsi kawasan ini menyebabkan menurunnya tutupan mangrove, menyisakan tumpukan sampah dan kehancuran habitat berbagai organisme yang hidup pada ekosistem mangrove.

BACA JUGA   Erwin-Zulkifli: Dari Industrilisasi Sampah sampai Mengembalikan Kejayaan Persiter

Keempat, Perkebunan Cengkeh dan Pala butuh diurus. Sejak ratusan tahun yang lalu, petani cengkeh dan pala menjalani hidupnya secara alamiah. Menanam, memanen lalu menjual begitu saja. Harga jual ditentukan oleh mekanisme pasar. Belum lagi tata kelola kawasan cengkeh dan pala tanpa sentuhan inovasi. Padahal di tempat lain, potensi seperti ini telah dikembangkan sebagai destinasi wisata fenomenal yang eksotis. Harapannya, di kota ini berdiri satu kebun raya cengkeh dan pala. Menjadi karya inovasi kota untuk mendorong ekowisata berbasis komoditi lokal.

Empat harapan ekologi ini jika di bijaki dalam perencanaan pembangunan tentu konsekuensinya butuh alokasi anggaran. Ini sangat sulit terealisasi di tahun pertama, pasalnya kebijakan efisiensi anggaran membuat semua kepala daerah pusing tujuh keliling. Dengan demikian, harapan ini disampaikan dengan maksud dijadikan titipan di dalam bank idea pemerintah.

Semoga di tahun berikutnya, jikalau efisiensi tidak lagi diterapkan. Kiranya harapan-harapan ini bisa dibijaki untuk masa depan lingkungan dan masa depan generasi. Semoga!.