Oleh :
Heno Angkotasan (Pengurus Merah Putih Institute)
Di tengah hiruk-pikuk modernisasi dan globalisasi, kita sering kali melupakan akar dan warisan budaya yang menjadi fondasi identitas bangsa. Sultan Tidore Husain Alting Sjah, seorang tokoh karismatik dari Maluku Utara, mengingatkan kita akan pentingnya mengenali dan merawat warisan tersebut. Melalui gerakan “Kembalikan Negeriku,” beliau berupaya memperkuat kembali kebudayaan lokal dan kedaulatan adat yang telah lama terpinggirkan.
Sultan Tidore tidak hanya sekadar tokoh adat; beliau adalah simbol perjuangan untuk mengembalikan martabat dan kedaulatan Maluku Utara. Dengan latar belakang sejarah yang kaya, Tidore dan sultan-sultannya memainkan peran penting dalam perkembangan Nusantara. Namun, arus modernisasi yang datang bersama kolonialisme dan kemudian kapitalisme, telah mengikis banyak nilai-nilai budaya dan adat yang dahulu menjadi landasan hidup masyarakat.
Gerakan “Kembalikan Negeriku” bukan sekadar nostalgia romantis terhadap masa lalu, melainkan sebuah panggilan untuk mengintegrasikan nilai-nilai lokal dalam pembangunan dan modernisasi yang berkelanjutan. Sultan Tidore mengajak masyarakat untuk mengenal kembali budaya mereka, bukan untuk menolak modernitas, tetapi untuk menemukan harmoni antara keduanya. Beliau menekankan bahwa kekayaan budaya dan adat adalah modal sosial yang harus dilestarikan dan diberdayakan demi kemajuan bersama.
Di bawah kepemimpinan Sultan Tidore, Maluku Utara berpotensi menjadi contoh bagaimana sebuah daerah bisa berkembang dengan tetap menjaga kearifan lokal. Upaya beliau meliputi berbagai bidang, mulai dari pendidikan budaya, pelestarian lingkungan, hingga promosi pariwisata berbasis budaya. Langkah-langkah ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, tetapi juga memperkuat identitas dan rasa memiliki terhadap tanah air mereka.
Namun, perjuangan ini tentu tidak mudah. Ada banyak tantangan, baik dari dalam maupun luar. Internal, Sultan Tidore harus menghadapi sikap apatis dan ketidakpedulian sebagian masyarakat yang terpengaruh oleh gaya hidup modern yang serba instan. Sementara itu, dari luar, intervensi kebijakan yang kurang memahami konteks lokal sering kali mengancam kelestarian budaya dan alam Maluku Utara.
Dukungan pemerintah pusat dan kolaborasi dengan berbagai pihak sangat diperlukan untuk mewujudkan visi ini. Kebijakan yang berpihak pada pelestarian budaya dan lingkungan, serta pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas lokal, harus menjadi prioritas. Selain itu, pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai lokal dan global dapat menjadi kunci untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakar kuat pada budaya mereka.
Sultan Tidore Husain Alting Sjah, dengan segala upaya dan dedikasinya, adalah pengingat bagi kita semua bahwa kemajuan tidak harus mengorbankan identitas dan warisan budaya. Sebaliknya, kemajuan yang sejati adalah yang mampu merangkul masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih baik. Gerakan “Kembalikan Negeriku” adalah sebuah langkah konkret menuju harmoni antara tradisi dan modernitas, demi masa depan Maluku Utara yang lebih sejahtera dan berkeadilan.