Ilustrasi

Haltim – Kontroversi mengenai kawasan pertambangan mineral dan batu bara di Maluku Utara dewasa ini kerap jadi sorotan. Jum’at (17/1).

Perdebatan kerap muncul meributkan peta kawasan industri di Maluku Utara. Bahkan belakangan sejumlah pemberitaan miring menjurus ke salah satu perusahan tambang yang bakal beroperasi di Kabupaten Halmahera Timur, karena dianggap melanggar aturan mengenai tata ruang wilayah.

Lampiran Perda RTRW Maluku Utara, Foto: Istimewa

Tokoh pemuda desa Buli Karya, Yusri R Umar mengatakan, ramainya protes mengenai hal ini bisa ditengahi dengan membuka Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan di tingkat Provinsi, yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2024 Tentang RTRW Provinsi Maluku Utara Tahun 2024-2043.

Menurut Yusri, dalam lampiran XXVIII Perda RTRW Provinsi tersebut, secara jelas digambarkan dalam peta dengan ketelitian geometri dan ketelitian detail informasi skala 1 : 250.000, telah dibagi ke beberapa zonasi termasuk kawasan yang diperuntukkan bagi industri pertambangan.

Ia menilai, sudah tentu RTRW di tingkat kabupaten pasti sesuai dengan yang ditetapkan oleh provinsi, meski baru terkuak bahwa revisi RTRW Kabupaten Halmahera Timur dari tahun 2022 sampai saat ini tak kunjung selesai.

Karena itu, Yusri mendesak agar Pemerintah Propinsi Maluku Utara dapat mempertegas kawasan pertambangan di setiap kabupaten/kota, sehingga tidak menjadi polemik di kalangan masyarakat.

“Itu perlu dilakukan agar tidak menimbulkan resiko konflik di tubuh masyarakat setiap kehadiran Investasi di Maluku Utara terutama di wilayah kabupaten yang memiliki potensi pertambangan mineral dan batu bara,” pungkasnya.

Reporter: Tim Sentra

Editor : M. Rahmat Syafruddin

BACA JUGA   Ombudsman RI Gelar Sosialisasi Seleksi Perwakilan Ombudsman Tahun 2023