Tidore – Almanak atau kalender Islamiyah Kesultanan Tidore resmi di-launching bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Sabtu (30/9).
Ketua tim penyusun kalender Tidore, Ishak Naser mengatakan, kelender ini dibuat karena pihak kesultanan menginginkan adanya rujukan yang lebih kuat ketika penetapan 1 Syawal dan Ramadan.
Menurutnya, penetapan 1 Syawal dan 1 Ramadan itu berimplikasi pada keabsahan umat Islam melaksanakan rukun.
“Puasa, salat, dan haji itu rukun. Sehingga, hal tersebut menjadi penting untuk menetapkan penanggalan secara pasti. Begitu dalam hadis Nabi, hisab itu alat bantu. Dan kalender yang kita buat ini dasarnya hisab,” jelasnya.
Dalam pembuatan kalender ini, Ishak mengaku pihaknya menggunakan metode yang sudah ditinggalkan oleh para orang tua yang saat ini ditemukan dalam naskah tua.
“Sumber-sumbernya bisa ditelusuri dengan jelas karena itu metodenya tetap dua. Kita merujuk ke naskah tua Alfalaq Alkamaria dan juga harus diikuti dengan Ru’yatulhilal. Terutama 1 Ramadan itu dalam hadis nabi harus memastikan melihat hilal,” katanya.
Ishak menjelaskan apabila tidak melihat hilal, baru kemudian menggunakan hisab. Hisab ini digunakan jika kondisi alam tidak memungkinkan mengamati hilal.
“Dalam situasi begini, teknologi, alat-alat yang kita pake bisa saja keliru,” tuturnya.
Pembuatan kalender ini, Ishak mengaku idenya lahir saat ia berdiskusi dengan beberapa bobato. Lalu disampaikan ke Sultan.
“Sebenarnya bukan Sultan tidak tahu. Sultan tahu masalah ini, karena sudah beberapa kali menyampaikan khusus bagi pelaksanaan puasa dan lebaran. Beberapa kali Sultan putuskan sesuai dengan adat dan masukan dari bobato, tanpa menunggu sidang isbat,” ujarnya.
Tapi, ini tidak berlangsung secara rutin. Kadang menetapkan sendiri, kadang mengikuti pemerintah. “Kita mengamati penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal sering terjadi saling tarik-menarik sehingga dikhawatirkan keputusan itu invalid,” katanya.
Kalender tersebut diketahui berlaku selama 100 tahun, yang dimulai dari 1445 hijriah. Tapi dilakukan persiapan sejak tanggal 5 Syawal 1444 hijriah. “Kita menyusun, memastikan satu Muharam 1445 sebagai starting point,” tambahnya.
Kalender Kesultanan ini, kata Ishak, secara lisan memang telah digunakan oleh kesultanan sejak ratusan tahun lalu, tapi baru ditulis kali ini. Dan menjadi yang pertama di kesultanan di Maluku Utara.
Sementara, Sultan Tidore Husain Alting Sjah mengatakan, naskah yang menjadi rujukan ini bertebaran cukup lama di orang tua-tua di Para gosimo yang ada di Tidore. Salah satunya ada di Tete Ning, sebutan akrab kakek Ishak Naser.
Naskah tersebut turun-temurun dari trah kalfangare, kemudian dirawat dan dijaga sedemikian rupa sampai di Ishak Naser, orang yang dituakan di marga mereka.
“Ini juga dikombinasi dengan marga yang lain di Soasio, Gamtufkange, hingga sampai ke Toloa, karena ada kaitan dengan trah dari Fabanyo,” paparnya.
Menurutnya, naskah ini adalah langkah mengungkapkan kembali apa yang selama ini tersimpan, dan seharusnya tidak bisa simpan, karena perlu diketahui oleh publik.