Weda,- Memperingati Maulid Nabi Muhammad tahun 2021. Sanggar Kabata dan Komunitas kreatif di Halmahera Tengah, berkolaborasi menggelar Festival Cogo Ipa (Topeng Setan).
Festival Cogo Ipa yang merupakan agenda tahunan di Halteng, melibatkan berbagai komunitas. Salah satunya adalah Sanggar Kabata, komunitas seni yang berkomitmen melestarikan seni tradisi di Halteng.
Sebagai tradisi yang menjadi warisan turun-temurun, Cogo Ipa atau umumnya dikenal masyarakat Maluku Utara dengan sebutan Coka Iba tentu harus dilestarikan, baik sebagai karya seni, maupun sebagai manifestasi religiusitas masyarakat Halteng. Cogo Ipa sendiri kini telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, yang dimiliki oleh Kabupaten Halmahera Tengah sejak tahun 2020 yang lalu.
Di tengah berbagai persiapan, Sentranews.id berkesempatan mengunjungi markas sanggar Kabata, di Gedung Kesenian Halteng, Weda, Kamis, 16 September 2021.
Kedatangan kami, telah ditunggu oleh Ali Muhammad Basrah, salah seorang pelatih sanggar tersebut, ia tak keberatan berbagi cerita tentang kiprah sanggarnya sewaktu kami hubungi. Ketertarikan kami bermula dari diskusi online yang tayang di akun Instagram Gekrafs Malut beberapa waktu yang lalu, dimana Ka Dean –sapaan akrab beliau– hadir sebagai narasumber.
Menurut cerita Ka Dean, sanggar Kabata didirikan oleh almarhum Achiruddin Hi. Gani pada tahun 2014, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Halteng. Sejak itu, sanggar ini telah tampil dan mengikuti berbagai perhelatan di tingkat lokal hingga nasional. Nama Sanggar Kabata sendiri, diambil dari salah satu bentuk sastra lisan masyarakat Maluku Utara. Selain itu, Kabata juga merupakan akronim dari Kreasi Budaya Halmahera Tengah. Sebuah nama yang diharapkan menjadi karakter sanggar ini, yaitu sebagai sarana kreativitas kaum muda Halmahera Tengah.
“Sebenarnya sebelum tahun 2014, sudah banyak anak-anak di Weda yang terlibat dalam aktivitas seni. Saat Pak Achiruddin menjabat sebagai kadis, beliau kemudian mendorong torang untuk membentuk sanggar ini,” ungkap Ka Dean.
Bagi Ka Dean, jasa almarhum Achiruddin Hi. Gani dalam mengembangkan kesenian Halteng sangatlah besar, selain menghidupkan seni tari, beliau juga adalah tokoh yang pertama kali mendorong lahirnya upacara adat memperingati HUT Kabupaten Halmahera Tengah yang menggunakan bahasa daerah. Atas jasa-jasa beliau, beberapa kali dalam setiap tahun, Ka Dean dan rekan-rekannya di sanggar Kabata, selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam almarhum. Saat ini, sanggar Kabata dipimpin oleh Arman Alting, yang kini menjabat Kadis Perpustakaan Halteng.
Selain berupaya melestarikan tarian-tarian yang masih ada, sanggar Kabata juga mencoba menggali kembali tarian-tarian tradisi yang sempat dilupakan untuk ditampilkan kembali. Tari Bonmayu dan tari Kene-kene adalah tarian yang berhasil dihidupkan kembali oleh sanggar Kabata. Khususnya untuk tari Kene-kene yang merupakan tarian pergaulan, Ka Dean mengaku ikut mengkreasi beberapa gerakan dalam tarian tersebut. Ia bercerita, upaya restorasi tarian-tarian ini dilakukan dengan mengumpulkan para tetua kemudian meminta diajarkan setiap gerakannya satu persatu hingga menjadi gerakan yang sempurna.