Oleh:
Abdul Motalib Angkotasan
Tumbuh dan besar di tanah Sumatera dengan adat Minang yang kental. Berkembang menjadi remaja dengan semua dinamika hidupnya; bolos mengaji, bolos sekolah dan suka berkelahi menghiasi hari harinya.
Satu accident membuatnya bangkit untuk menyelamatkan Indonesia dan Islam sebagai agamanya dari cengkeraman imperialisme. Penjajah dengan kapitalisme yang menindas membuatnya geram. Tidak Belanda, tidak juga Jepang. Semua penjajah sama saja, menyedot sebanyak-banyaknya kekayaan bangsa ini untuk memenuhi ekspektasi globalisnya. Berupaya sekuat tenaga untuk menggema dunia.
Realitas kehidupan membangkitkan ketertinggalan hati Bang Lafran Pane untuk bergerak melawan segala imperialisme, melawan seluruh penindasan yang tidak manusiawi bahkan jauh dari akar nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai kemanusiaan.
Beliau belajar dari realitas sosialnya, menemukan ide dan gagasan dari sekedar ngopi bareng masyarakat. Menemukan akar masalah di zamannya dari diskursus singkat warung kopi. Menemukan tiga kata sakral; Keindonesiaan, Keagamaan dan Persatuan.
Bak Bung Karno dan founding parents yang memaknai nilai-nilai kenegaraan melalui pendalaman falsafah hidup Keindonesiaan.
Tidak mudah bagi seorang Lafran untuk membangun HMI. Di tengah hegemoni Masyumi sebagai payung besar perjuangan umat islam, di tengah dialektika ideologi yang tajam dan menganga, di tengah generasi muda yang egoideologis. Lafran hadir sebagai sosok yang egaliter, yang berfikir utuh dan punya prinsip akan nilai keislaman yang kuat.
Ketika sholat subuh tanpa kunut diperdebatkan, yasinan dianggap bid’a, ke Masjid tidak bersarung dipersoalkan dan ketika dengan mudah sesama muslim saling mengkafirkan. Dua kata bernas muncul sebagai gagasan spiritualnya, Islam mengajarkan Habluminannas dan Habluminallah. Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Rahmat bagi sekalian alam, Islam mengayomi seluruh agama dan mazhab pemikiran atas dasar kemanusiaan dan ketuhanan.
Spirit itu telah menjadi gerakan intelektual HMI. Menciptakan kader umat dan kader bangsa, memperjuangkan keindonesiaan di satu sisi dan keislaman di sisi yang lain.
Ternate, 6 Juni 2024