Oleh:
Dr. Abdul Motalib Angkotasan
Lautan sejatinya ruang hidup bagi ekosistem laut yang memberikan penghidupan bagi manusia. Menyediakan berjuta sumber plasmanutfa, mulai dari ikan sampai bivalvia (Bia, lokal red). Semestinya laut dijaga dan terjaga kesehatannya dari seluruh gangguan polutan apalagi toksit (racun).
Tak tanggung tanggung, PBB sedang merumuskan Ocean Helath Index. Satu instrument untuk mengukur kesehatan laut. Pertanyaannya, bagaimana dengan kesehatan laut Maluku Utara?.
Hari ini dalam perjalanan menggunakan KM. Dowora Idaman 09 dari Tidore menuju Sofifi, kami dikagetkan dengan lautan sampah di tengah laut. Tepatnya di koordinat 127.4 BT dan 0.6 LU. Hal ini menunjukan bahwa laut di Maluku Utara sedang tidak sehat atau tidak baik baik saja. Lautan di penuhi sampah, itulah fenomena yang kami jumpai di sepanjang perjalanan menuju Sofifi.
Memang, laut Maluku Utara tidak sehat jika dilihat dari fakta fakta foto yang berseliweran di media sosial selama ini. Mulai dari tumpukan sampah, material run off di perairan lingkar tambang, kiriman sampah melalui kali mati (Barangka) di Ternate dan lebih parahnya ada indikasi pencemaran logam berat di beberapa perairan.
Laut bukan tempat sampah
Kebersadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke laut masih jauh dari harapan. Pasalnya, delapan dari sepuluh masyarakat pesisir yang kami tanyakan dalam survey terkait perubahan iklim menyatakan bahwa sampah plastik sisa belanjaan dan sampah rumah tangga lainnya di buang ke laut.
Celakanya, pemerintah daerah melalui dinas lingkungan hidup selama ini hanya ongkang ongkang kaki alias tidak peduli dengan permalasahan pencemaran sampah plastik di laut. Mungkin mereka menganggap tidak penting, karena kebijakan ini tidak mengnguntukan scara finansial bagi mereka atau cuman bakar duit. Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan bahwa problematikan sampah dilaut harus ditangani secara serius Pasalnya, persoalan ini punya rantai dampak yang sangat panjang.
Dampak sampah di laut
Setidaknya ada tiga dampak dari lautan sampah di laut. Pertama, sampah mengurangi kualitas perairan dan menganggu kehidupan organisme di laut. Sampah mengurangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan, proses fotosintesis menjadi terganggu.
Kedua, sampah mengandung berbagai senyawa kimia yang dapat berkontribusi terhadap pencemaran laut. Beragam sampah tersebut punya material bawaan yang menjadi sumber polutan. Ketiga, sampah plastik yang ada di laut dapat menjadi mikro plastik.
Ketiga permalasahan ini membahayakan ekosistem sekaligus membahayakan manusia. Pasalnya, senyawa polutan dan mikro plastik yang berseliweran dilaut akan terkonsumsi oleh organisme laut dan masuk didalam sistem rantai makanan yang berujung pada manusia. Alhasil, akan banyak sekali penyakit yang di derita akibat dari hal tersebut.
Butuh kebijakan
Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten kota harus turun gunung, bersama menyelesaikan problem sampah di lautan ini. Hentikan seluruh skema kebijakan insidentil yang hanya menghabiskan anggaran daerah tapi tidak menyelesaikan akar masalah persampahan.