Patrimonialistik itu tidak berakhir sampai faham feodalisme, perlawanan atas sistem yang lemah itu melahirkan suatu sistem perlawanan yang menurut Aristoteles, “demokrasi artinya kebebasan”. Demokrasi dalam arti kebebasan menghasilkan embrio yang salah satunya adalah dinasti. Dinasti ini dapat tumbuh, berkembang dan mengakar kuat di negara yang menganut demokrasi, seperti Indonesia. Sebab ada ruang.
Diperjelas lagi dengan apa yang digambarkan oleh Plato dalam buku Enam Republik, Plato menggambarkan Socrates terlibat dalam percakapan dengan karakter bernama Adeimantus sebagai berikut;
Jika Anda melakukan perjalanan melalui laut,” tanya Socrates. “Siapa yang idealnya memutuskan siapa yang bertanggung jawab atas kapal? Semua orang atau orang yang paham pelayaran? “Yang terakhir tentu saja,” kata Adeimantus. “Mengapa? Apakah kita terus berpikir bahwa hanya orang tua yang layak untuk menilai siapa yang harus menjadi penguasa suatu negara?” jawab Socrates. Socrates berargumen bahwa memberikan suara dalam pemilihan adalah keterampilan, bukan intuisi acak. Dan seperti keterampilan apa pun, itu perlu diajarkan secara sistematis kepada orang-orang. Membiarkan rakyat memilih tanpa pendidikan, sama tidak bertanggung jawabnya dengan menempatkan mereka sebagai penanggung jawab atas “tiga kali pelayaran ke Samos dalam badai”.
Badai kebodohan dalam sistem demokrasi itu akhirnya Socrates alami sendiri saat proses sidang hukuman matinya. Pada 399 SM, dia diadili atas tuduhan palsu pemuda Athena. Juri yang terdiri dari 500 orang Athena diundang untuk mempertimbangkan kasus tersebut dan memutuskan dengan selisih tipis bahwa Socrates bersalah. Dia dihukum mati dengan “hemlock” dalam sebuah proses yang tragis.
Hal ini menjadi sebab bahwa leadership itu harus senantiasa sosok yang berpendidikan, mengetahui arah, memiliki hikmah kebijaksanaan, memiliki pengalaman. Dan yang terpenting ialah bahwa pemimpin adil tidak mungkin lahir dari sistem “intuisi acak”. Intuisi acak justru menimbulkan “patrimonialistik”.
Intuisi acak hanya menimbulkan Leadership To Followership, tetapi tidak melahirkan Leaderhip Of The People. Leader of the people adalah pemimpin yang terlahir dari rahim rakyat, yang hanya bisa dihasilkan dari sistem bernegara yang sesuai dengan jati diri bangsa. Leader Of the People adalah pemimpin rakyat sedangkan Leadership To Followership artinya penguasa yang memiliki pengikut. Pengikut dapat diciptakan melalui pengaruh kekuasaan, contohnya relawan, tetapi tidak dengan Leader Of The People. Leader yang merupakan pemimpin, memiliki kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan mengaktualisasikan moralnya ke dalam suatu tatanan etika yang berlaku.
Leadership to followership ini menjadi suatu fakta fenomena pada pilpres 2024 yang akan datang. Gibran sebagai anak presiden menjadi bakal calon wakil presiden dengan cara yang abnormal. Bukan karena kemampuan intelegensinya, atau pengalaman membangun suatu karya bagi pengikutnya, bukan juga karena sebab usianya. tetapi karena ia adalah darah merah. Dahulu (zaman feodal) disebut darah biru.