Tete Gafur –sapaannya untuk sang kakek– bagi Fita adalah inspirator utama dalam hidupnya, ia mengaku banyak menghabiskan hari-harinya bersama beliau. Fita bercerita, beberapa tahun terakhir, ia memang tinggal di rumah kakeknya, praktis setiap sarapan mereka selalu bersama. Mambahas headline koran dan mendiskusikan buku bacaan, sudah menjadi rutinitas Fita bersama almarhum, mulai dari isu politik, sosial, kebudayaan hingga ekonomi menjadi bahan diskusi mereka. Keputusannya untuk kembali ke Halmahera Tengah ia akui sangat dipengaruhi oleh diskusinya dengan almarhum, terutama menjelang beliau tutup usia.
“Tahun 2019, ketahuan ngekost, Tete Gafur marah dan minta saya tinggal bersamanya di rumah, Jalan Teuku Umar, Menteng. Sejak saat itu saya selalu menemani beliau, terutama saat beliau sarapan dan buka puasa, sesekali saya menemani beliau sholat di Mesjid Cut Meutia, Menteng,” ungkap Fita.
Fita memesan segelas teh panas sedang saya memilih teh lemon panas, udara dingin di teras coffe shop yang basah rasanya mulai mengganggu, sedikit minuman panas boleh juga.
Lahir dan tumbuh di Jakarta, tidak membuat Fita tampak seperti anak-anak ibukota lainnya. Wawasan yang luas dengan cara bicara yang sopan dan tertata, jelas menggambarkan kecerdasannya. Selain karena faktor genetik, nampaknya kecerdasan Fita juga karena ditempa di sekolah- sekolah terbaik, menamatkan SD dan SMP di Yayasan Al-Azhar Indonesia –salah satu lembaga pendidikan tekemuka di Jakarta– Fita menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMA Labschool Jakarta pada 2007 sebelum kemudian
mendapat beasiswa penuh di Universitas Bakrie (waktu itu masih bernama Bakrie School Of Management), kuliah yang ia selesaikan dalam waktu empat tahun.
Seusai kuliah, berbeda dengan teman-temannya yang memilih terjun ke dunia kerja, Fita justru melibatkan diri di bidang riset, kecintaannya pada dunia riset berawal dari tugas skripsi yang ia kerjakan saat itu. Proses mengerjakan skripsi menurut Fita adalah masa dimana ia merasa mentalnya benar-benar diuji, terlebih ia dibimbing oleh seorang dosen yang terkenal tegas dikampusnya. Dosen yang ternyata melirik bakatnya dan kemudian mengajaknya bergabung di Bakrie Research Center, sebuah lembaga riset di bawah grup usaha Bakrie.
Bekerja di bidang riset, tak terhitung berapa kota yang telah ia singgahi untuk kepentingan penelitian. Salah satu yang cukup berkesan dan menjadi penanda dalam karirnya sebagai seorang peneliti adalah ketika ia terlibat dalam riset tentang budidaya rumput laut di Lembongan, Bali, sekitar tahun 2012. Tinggal di Bali berbulan-bulan membuat ia benar-benar meresapi kehidupan para petani rumput laut disana, sayangnya kini kawasan tersebut telah dibangun resort-resort untuk kepentingan wisata, entah bagaimana nasib para petani rumput laut tersebut saat ini.
Setelah sekian tahun menggeluti dunia riset yang sebagian besar aktivitasnya adalah turun ke lapangan. Atas permintaan orang tua, Fita pun beralih mencoba bekerja kantoran sebagaimana teman-teman seumurannya di Jakarta saat itu. Tidak tanggung-tanggung, karirnya di dunia kerja ia awali sebagai karyawan di salah satu perusahaan konsultan pajak terkemuka. PB Taxand, perusahaan konsultan pajak yang cukup terkenal di Indonesia, salah satu perusahaan yang masuk kategori Big Four (empat besar) di bidang pajak.