Masalah asimetris keagenan ini muncul manakala yang bersangkutan tidak loyal melayani kepentingan prinsipal atau aktor utamanya. Karenanya, langkah pertama dalam sebuah analisis adalah mengidentifikasi prinsipalnya. Dari sinilah teori politik bermula, kepemilikan sumberdaya alam kerap dikaitkan dengan kedaulatan suatu negara. Menurut teori politik modern, kedaulatan berada di tangan rakyat. Tetapi kenyataannya tidak selalu begitu. Cristopher W. Moris dalam dunia politik kontemporer, gagasan kedaulatan rakyat ini terlalu sering dipahami sebagai satu prosedur yang sederhana mengenai satu lembaga politik yang dianggap mewakili kedaulatan rakyat, yang dapat menggunakan kekuasaanya atas nama rakyat. Meski demikian, demi memahami persoalan keagenan ini, maka kita harus mengidentifikasikan rakyat sebagai prinsipal.
Untuk mengeksploitasi sumber daya alam, perusahaan perlu mendapatan konsesinya lebih dahulu. Perusahaan hanya memperolehnya dari rezim yang berkuasa, tapi dalam hal ini rezim tersebut bukanlah prinsipal. Melainkan mereka yang mewakili rakyat. Para penguasa mendapatkan imbalannya dari perusahaan tersebut, bukan dari rakyat yang kepentingannya justru harus mereka lindungi. Dengan sumber kekayaan itu, para penguasa memiliki modal yang lebih kuat agar tetap berkuasa dan punya kemampuan finansial besar dalam genggaman. Hal ini menjelaskan mengapa negara yang kaya sumber daya alam cenderung kurang demokratis dan kerap jatuh ke tangan para penguasa represif.
Demi mematahkan kutukan, kita harus mengurai persoalan dengan seksama. Kuncinya adalah kepiawaian kita dalam pengelolaan sumberdaya alam. Jangan sampai justru kekayaan alam tersebut menjadi kutukan. Pertama, kita harus merumuskan secara tegas dan lugas mengenai peran negara. UUD 1945 pasal 33 (3) dengan gamblang menyatakan bahwa “kekayaan alam dikuasi oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Artinya, negara harus mampu mewujudkan peruntukan kekayaan sumber daya alam kita bagi seluruh rakyat.
Untuk itu, pemerintah harus memanfatkan instrumen kebijakan yang memadai lewat mekanisme perpajakan. Daerah penghasil sumber daya alam telah diberikan hak lebih setelah penerapan otonomi daerah. Dengan mekanisme fiskal yang tersedia, pemerintah pusat bisa merelokasi dana yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam untuk memajukan pembangunan daerah. Sedangkan pemerintah daerah bisa memanfaatkan dana bagi hasil untuk menumbuh-kembangkan kegiatan produktif dan mentransformasikannya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.