Oleh :
Soleman Nuhu
Gimalaha Nyili Seba-seba Kesultanan Tidore
Akelamo adalah sebuah negeri tua di bawah kekuasaan Kesultanan Tidore.
1512 naik tahta Jou Sultan Al-Mansyur, tersurat dalam berbagai catatan sejarah.
Pada 1516 Jou Sultan Al Mansyur memperluas Syiar ke wilayah Papua.
“Lantas Jou Kolano una rigee wotagi wopane oti isa toma Haleyora (Halmahera) wodae toma rimoi maronga Sisimaake wouci kagee lalu wotagi ine toma Akelamo lantas kagee wotomake jarita yowaje coba Jou Kolano mau hoda ngolo madomong kataa, gena e lebe laha Jou Kolano nowako koliho mote toma lolinga madomong kataa, gena e lebe laha Jou Kolano nowako koliho mote toma dolinga karena kagee seba foloi.”
Penggalan kalimat di atas adalah salinan catatan sejarah dalam “Bahasa Tidore” ketika Jou Sultan Al Mansyur, Sultan Tidore yang pernah mengadakan expedisi dan Syiar Islam ke pulau Halmahera bagian selatan sampai di Papua dan pulau-pulau sekitarnya. Pengggalan catatan sejarah tersebut adalah bukti keberadaan Jiko ini, jauh sebelum itu dan telah berada dalam rangkulan Kesultanan Tidore.
Akelamo, sebagaimana wilayah lainnya juga merupakan pusat lumbung pangan dan logistik Kesultanan Tidore. Letak Akelamo sendiri, diapit oleh dua Aha, yaitu Aha Kapita dan Aha Dahe Ake.
Maka izinkan kami mengantarkan kisah singkat Napak Tilas Perjalanan Revolusi Tidore 1797. Revolusi yang merupakan perjuangan bersama berbagai pihak dari berbagai wilayah. Dalam kesempatan ini, izinkan kami mengangkat kisah singkat dari salah satu titik perjuangan bersejarah tersebut, yaitu Jiko Akelamo.
Pada tanggal 29 Agustus 1795 dari Pulau Gebe Jou Nuku mengirimkan surat kepada saudaranya Jou Sultan Kamaluddin. Jou Nuku dalam surat ini meminta Kamaluddin agar bergabung dengan dirinya untuk melawan Belanda. Surat ini memberi sebuah “maklumat” jika perjuangan Jou Nuku adalah menentang Belanda dan mengusirnya dari Tidore dan Maluku.
Jou Nuku tak ingin ada benih pertentangan antara dirinya dan saudaranya Kamaluddin yang berbias di kemudian hari. Tak boleh ada benih perpecahan di antara keluarga. Surat Jou Nuku membuktikan kebesaran dirinya sebagai pemimpin yang “dirindukan”.
Jou Kamaluddin membaca surat Jou Nuku. Ia membalasnya dengan banyak nasehat agar Jou Nuku tak menyusahkan Belanda dan rakyat Tidore dengan kekacauan. Jou Nuku diminta pulang ke Waru dan Jou Kamaluddin berjanji agar meminta Belanda mengampuninya.
Jou Nuku hanya mengelus dada saat membaca surat Jou Kamaluddin, Jou Kaicil Paparangan menyadari bahwa saudaranya tak lagi bisa diajak untuk bersama melawan Belanda. Jou Kamaluddin sudah termakan dengan politik adu domba pihak Belanda dan telah menjadi boneka kompeni.
Waktu terus berjalan Yang Mulia Jou Nuku terus menggalang kekuatan pasukannya.
Johan Godfried Budach, Gubernur Ternate meminta bantuan Gubernur Jenderal di Batavia, tetapi surat Sang Gubernur tak pernah sampai di sana. Seluruh wilayah laut telah diblokade armada Jou Nuku.