Napak Tilas Sejarah Pergerakan Sultan Nuku di Akelamo dalam Revolusi Tidore 1797 

Dari Maba, sebuah surat diikirimkan Jou  Nuku ke Tidore. Ia sekali lagi meminta saudaranya Jou Kamaluddin untuk bergabung. Efek surat itu seperti teror. Semua ketakutan. Di Ternate, surat Nuku dibahas dalam rapat dewan Gubernuran. Sultan Ternate, Jou Aharal Sjah yang diundang pun tak datang. Belanda merasa ditinggal sendirian.

Awal April di tahun itu, tepatnya 9 April 1797, ratusan kora kora sudah bersiap di Akelamo, Guraping dan Pulau Mare. Pasukan-pasukan Nuku juga telah bersiap di seputaran Pulau Tidore, menunggu seruan dari Jou Barakati.

Ketika perang sudah di depan mata, Jou Nuku masih berbaik hati pada adiknya Jou Kamaluddin. 10 April 1797 dari Akelamo beliau mengirimkan surat kepada saudaranya Kamaluddin agar bergabung bersamanya untuk melawan Belanda.

“Beta Paduka Sri Sulthan Saidul Jehad Muhammad El Mabus Amiruddin Sjah Kaicil Paparangan, Radja atas sekalian negeri dan tanah-tanah yang bertakluk dibawah perintah beta, mengirim warkat yang dimeterai dengan beta punya meterai agar dapat dipercaya, disertai dengan salam dan doa kepada saudara adinda Paduka Sri Sulthan Djou Hairul Alam Kamaluddin Sjah Kaicil Asgar, Radja atas negeri Tidore dan sekitarnya, maka kumohonkan dilanjutkan kiranya usia zamannya dalam sehat walafiat.

Kemudian daripada itu beta beritahukan kepada Paduka Yang Mulia bahwa kompeni Inggris telah mufakat bersekutu dengan beta. Oleh sebab itu beta harapkan dan nantikan kabar mufakat dari saudara. 

Janganlah kiranya Paduka Yang Mulia khawatir dan takut. Perintahlah rakyat Tidore tercinta dengan tenang dan sangat berhati-hati agar supaya jangan saudara ditimpa bencana dari pihak kompeni Belanda.

Kamaludin Saudaraku, sambutlah tanganku bersatu kita halau penjajah itu agar marwah negeri leluhur kita tetap luhur. No cou Lada ifa.”

BACA JUGA   Sejumlah Pelaku UMKM di Tidore Ramaikan Expo Milenial Pada Peringatan Sumpah Pemuda

Surat ini dikirim atas nama duka se gogoru, namun Kamaluddin enggan menyambut  Nuku.

11 April 1797, Nuku mengumumkan maklumat perang di hadapan 6000an prajurit yang berdatangan dari Tidore, Ternate, Makian, Papua, Bacan, Gorom, Alifuru Seram dan Alifuru Halmahera, Nyili Seba-Seba, Nyili Lofo-lofo Nyili Gulu-gulu.Maklumat itu juga sampai di Kadato Kie.

Titah Jou Nuku pada armada perangnya ;

Kita hanya memerangi Belanda dan pendukungnya, dilarang membunuh musuh yang menyerah dan membakar rumah rakyat.

Barang-barang rampasan perang seperti senjata, amunisi dan mesiu dikumpulkan di markas dan orang Belanda yang menyerah dan tertawan tidak boleh dibunuh, harus dibawa menghadap Nuku.

Dari penggalan isi surat dan Titah itu, kita dapat mengenal sosok Jou Barakati. Dia, Jou El Mabus Kaicil Paparangan, tahuu siapa saudara siapa musuh.

Dari Jou Nuku kita mengenal bagaimana mempersatukan perbedaan.

Dari Jou Nuku kita mengenal sikap patriotisme.

Dari Jou Nuku kita melihat sosok diplomat ulung.

Dari Jou Nuku kita mengenal sikap kepemimpinan atas nama duka se gogoru.

Dini hari 12 April 1797, Gong dan Tifa bergema bertalu-talu. Parang Tombak dan Salawaku dihunus ke depan memperjuangkan dan mempertahankan harkat dan martabat luhur Negeri Tidore, suara pekik perang para Sangaji, Gimalaha, Fomanyira dan para Kapita bergema di atas bumi Tidore, Ribuan Korakora merangsak masuk, semua dalam seruan komando Jou Kaicil Paparangan, serbuuu…! Armada perang Nuku mengepung Tidore dari semua arah.