Nasib Nelayan Tuna di Tahafo

Jailolo,- Tahafo, salah satu desa di Kecamatan Ibu Tengah, Halmahera Barat adalah desa yang sebagian warganya berprofesi sebagai nelayan. 

Kepala Desa Tahafo, Mukiat Bessy kepada reporter Sentranews.id, membenarkan bahwa sebagian masyarakatnya memang menggantungkan nasibnya di sektor nelayan tangkap. Khususnya nelayan Tuna.

Menurutnya, selain Tahafo, juga ada  beberapa desa lain yang masyarakatnya adalah nelayan Tuna, yaitu; Togola Sanger, Tabaol dan Togute Ternate. Khusus untuk Desa Tahafo sendiri, terdapat 7 unit perahu fiber penangkap Tuna yang rutin beroperasi.  

Kades Tahafo dan Zakaria saat diwawancara

Zakaria, salah seorang nelayan Tuna, bercerita bahwa profesi ini mulai digelutinya sejak tahun 2005. Setiap kali melaut, Tuna yang dihasilkannya kurang lebih 300 kg dan langsung dijual ke Ternate.

“Disini belum ada penampung ikan Tuna untuk ekspor, sehingga jualnya ke ternate, karena harga lumayan bagus,” ungkapnya (27/3)

Adapun harga yang diberikan oleh pengepul ikan di Ternate terdiri atas beberapa klasifikasi, yaitu Rp 40.000/kg untuk klasifikasi A, Rp 35.000/kg untuk klasifikasi B dan Rp 27.000/kg untuk klasifikasi C. Dengan syarat hasil tangkapan harus di jaga kualitasnya. 

Untuk menjaga kualitas daging Tuna agar tetap bagus, Ia mengaku membutuhkan es yang cukup, sementara es balok hanya bisa diperoleh di Ternate karena di Ibu tdk ada penjual es balok.

Selain persoalan es, nelayan Tuna di kawasan ini juga mengeluhkan banyaknya nelayan dari Sulawesi Utara, yang beroperasi di perairan wilayah operasi nelayan tuna Tahafo.

Kasie. Diklat Pendampingan dan Kelembagaan Nelayan Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Halmahera Barat, Sunapit M Taher saat ditemui di kantornya oleh reporter Sentranews.id, membenarkan hal ini dan menerangkan bahwa kewenangan izin kelautan berada di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 2014.

BACA JUGA   Wujudkan Profesionalisme Kerja, Pemkot Tidore Gelar Orientasi PPPK yang diikuti 216 PPPK
Sunapit M. Taher

“Akhir tahun kemarin sudah ada keluhan nelayan mengenai nelayan tangkap dari Bitung,” ungkapnya

Sunapit juga mempertanyakan kerjasama  Andon oleh pihak DKP Maluku Utara dengan Provinsi Sulawesi Utara yang baru disepakati pada 21 Maret 2021 berdasarkan Permen-kp No. 25 Tahun 2020.

“Hal ini bisa merugikan nelayan lokal, karena sampai sekarang belum ada sosialiasi mengenai syarat dan ketentuannya.” lanjutnya

Menurutnya, perlu kajian serius mengenai SDM, SDA, Alat tangkap, wilayah operasi nelayan Andon dan izin operasi untuk nelayan Sulawesi Utara, guna menghindari konflik dengan nelayan lokal.

Kasie. Sarana dan Prasarana Bidang Perikanan Tangkap Provinsi Maluku Utara, M. Iqbal Abd. Alim, saat di konfirmasi via telpon, pada 29 Maret 2021, menerangkan, bahwa benar pda  21 Maret 2021 yang lalu, pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Sulawesi Utara, mengenai izin nelayan Andon dan sudah disosialisasi kepada Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Maluku Utara, pada Jum’at 26 Maret 2021.

“Rencananya untuk kabupaten/kota, kita sesuaikan dengan jadwal Kadis, tapi kita gunakan Zoom Meeting, karena masih masa pandemi, tentang syarat dan ketentuan dalam perjanjian izin nelayan Andon.” terangnya.