Omnibus Law dan Nasib Pekerja Indonesia

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauzi menjelaskan bahwa poin-poin terkait rancangan Undang-Undang omnibus law cipta lapangan kerja yang menjadi polemik untuk kesejahteraan buruh kedepannya. Dewasa ini rancangan omnibus law mengatur mengenai jam kerja dimana buruh diupah perjam bukan lagi perhari serta mengatur mengenai upah minimum pekerja. Apabila pekerja dalam seminggu bekerja kurang dari 40 jam maka akan mendapat upah dibawah minimum. Dapat diketahui bahwasanya upah minimum diterapkan di Indonesia untuk menjadi dobrakan peningkatan kesejahteraan pekerja dimana upah minimum antar pulau yang satu dengan yang lainnya sangatlah berbeda, hal tersebut telah disesuaikan dengan tingkat sumber daya alam yang terkandung dan ekonomi tiap daerah.

Lantas bagaimanakah bila upah minimum tersebut tidak sesuai standar yang telah diatur sebelumnya, maka akan sangat menguntungkan pihak pengusaha atau perusahaan. Pada daerah pelosok ditetapkan upah minimum tinggi dikarenakan untuk mencapai akses transportasi dan fasilitas sangatlah susah, bila upah minimum tersebut dihilangkan maka pihak pekerja sangatlah terasa dampak tersebut. Harmonisasi dan sinkronisasi dalam penerapan peraturan perundang-undangan sangat dibutuhkan agar tidak terulang kembali tumpang tindihnya suatu peraturan serta menghindari terjadinya obesitas peraturan negara, yang dampaknya akan mempengaruhi perekonomian negara. Akan tetapi dalam hal membuat peraturan tersebut sangatlah penting untuk memperhatikan kesejahteraan rakyat.

Benarkah dengan adanya omnibus law bisa menjadi solusi bagi masuknya investor dan menciptakan lapangan kerja? ini rumus lama, deregulsi dan debirokratisasi dilakukan untuk mengahadapi situasi ekonomi yang labil. Secara makro, strategi pembangunan pertumbuhan ekonomi dengan cara mengundang investor untuk melakukan relokasi industri ke sebuah negara lain bukan barang baru. Kajian yang memperlihatkan beberapa kemajuan atas model tersebut seperti China, Korea Selatan, Malaysia, Thailand dan Vietnam, ada terserak. Meskipun detail kenapa berhasil tidak banyak diulas selain sisi memberi karpet merah pada investor.

BACA JUGA   Halmahera ; Sebuah Tafsir Ekologi

Evaluasi terhadap persoalan yang belum tuntas, dimulai lagi proyek baru infrastruktur seperti pindah ibukota dan sejumlah pembangkit energi kotor juga terus dibangun. Ketika infrastruktur dibangun gencar, tanda-tanda invesrtor datang belum berhasil. Karena itu dicari dalih baru, yakni kebijakan pasar tenaga kerja, lingkungan dan pertanahan yang tak ramah investor adalah penyebab perlu kebijakan yang makin ultra liberal. Strategi mengundang investor dengan intensif upah murah dan pengabaian lingkungan hidup yang ternyata hendak diberlakukan melalui omnisbus law.

Kebijakan upah murah semacam ini, selain harus seiring dengan penerapan hukum yang keras terhadap serikat buruh, juga harus bersandar kepada pangan murah, yang biasanya dijawab dengan impor pangan yang besar. Kita tentu bertanya-tanya mengapa konsep pembangunan tanpa keadilan tersebut diulang kembali di 2020? Ironisnya konsep ini membutuhkan omnibus law dalam sejumlah pidato diungkapkan bahwa omnibus law adalah paket deregulasi memanggil investor untuk menciptakan lapangan kerja. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri, menilai RUU Cipta Lapangan Kerja melemahkan posisi pemerintah daerah dan buruh. Justru menguntungkan pemerintah pusat dan pebisnis. Tujuan omnibus law untuk menciptakan lapangan kerja kurang relevan karena angka pengangguran terus menurun. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut isi omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya dalam bab ketenagakerjaan jelas-jelas merugikan pekerja (kompas.com). Oleh karena itu, sebuah kebijakan ekonomi yang ditopang upah murah, anti serikat buruh, anti kerja tetap (buruh kontrak), anti pesangon dan anti keberlanjutan lingkungan hidup yang tengah didorong jangan sampai terjadi dikemudian hari.