Selain itu, penyerahan obor ini juga menandai pentingnya politik identitas di Indonesia. Di tengah globalisasi, masyarakat Indonesia, terutama di wilayah timur, semakin merindukan pengakuan atas identitas kultural mereka. Melalui kolaborasi ini, PDIP mungkin berupaya menegaskan kembali komitmennya terhadap keanekaragaman budaya Indonesia, sambil memastikan bahwa setiap wilayah merasa terwakili dalam pengambilan keputusan nasional.
Peran Sultan Tidore sebagai penerima obor perjuangan juga menunjukkan bahwa PDIP memiliki pandangan yang jauh ke depan mengenai peran pemimpin lokal. Ini adalah pengakuan bahwa perubahan besar tidak bisa dicapai tanpa dukungan dari para pemimpin di daerah-daerah yang memiliki akar budaya yang kuat. Sultan Tidore, dengan statusnya, memiliki kemampuan untuk menyatukan rakyat Maluku Utara dalam semangat persatuan dan pembangunan.
Obor perjuangan yang diterima oleh Sultan Tidore bisa diartikan sebagai simbol harapan. Harapan bahwa di bawah bimbingannya, Maluku Utara dapat berkembang lebih pesat, tidak hanya dalam konteks ekonomi, tetapi juga dalam memperkuat identitas lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini juga menjadi pesan bahwa wilayah-wilayah yang mungkin selama ini terasa terpinggirkan, kini menjadi pusat perhatian politik nasional.
Namun, di sisi lain, penyerahan simbolis ini harus diikuti dengan tindakan konkret. PDIP tidak bisa hanya mengandalkan simbolisme dan harapan semata. Harus ada program-program nyata yang didorong oleh pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan bahwa Maluku Utara benar-benar mendapatkan perhatian yang pantas. Ini mencakup pembangunan infrastruktur, peningkatan akses pendidikan, dan program-program yang memberdayakan masyarakat lokal.
Sebagai partai yang telah lama berkuasa di kancah politik nasional, PDIP memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap daerah di Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. Dengan mengandalkan figur seperti Sultan Tidore, mereka mungkin berharap dapat membangun jembatan antara pusat dan daerah, mengatasi ketimpangan yang selama ini ada.
Kolaborasi antara PDIP dan Sultan Tidore juga bisa dilihat sebagai bagian dari strategi politik jangka panjang PDIP di Indonesia timur. Dengan memperkuat posisinya di wilayah-wilayah strategis seperti Maluku Utara, PDIP mungkin berharap dapat memperluas basis dukungan politiknya di masa depan. Terlebih lagi, wilayah timur Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar, yang bisa menjadi pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, kerja sama ini juga bisa diartikan sebagai bentuk kepercayaan bahwa pemimpin adat memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sosial dan politik di daerah. Dalam banyak kasus, pemimpin adat dianggap lebih dapat diandalkan oleh masyarakat lokal daripada politisi modern yang sering kali dilihat sebagai orang luar. Dengan demikian, PDIP berharap dapat memenangkan hati masyarakat Maluku Utara melalui pendekatan yang lebih personal dan kultural.
Tentu saja, langkah ini tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak mungkin melihatnya sebagai upaya PDIP untuk menarik simpati pemilih di wilayah timur Indonesia. Namun, jika kolaborasi ini berhasil, hasilnya bisa jauh lebih besar daripada sekadar kemenangan politik. Maluku Utara bisa menjadi contoh bagaimana tradisi dan modernitas bisa berjalan beriringan dalam proses pembangunan.