Oleh :
Risman Tidore
(Pemerhati Public Policy dan Civil Society)
Di tengah tahapan penyelenggaraan pemilu 2024, hampir semua elemen penting bangsa, mulai dari elit politik, praktisi, akademisi hingga rakyat kecil dan civil society, baik di pusat maupun daerah berkolaborasi guna mengambil bagian terpenting dari momentum krusial tersebut, dengan semangat memperbaiki masa depan bangsa dan memberi penguatan terhadap agenda konsolidasi demokrasi Indonesia terutama demokrasi elektoral yaitu memilih pemimpin eksekutif dan wakil di legislatif.
Untuk menjamin pemilu agar berjalan sesuai dengan ketentuan, asas dan prinsip-prinsip pemilu, diperlukan suatu pengawalan terhadap jalannya setiap tahapan. Tema besar tentang pengawasan terhadap setiap tahapan proses pemilu pun perlu menjadi issue bersama semua kalangan.
Sebab keterlibatan komponen masyarakat dalam Pemilu tidak hanya sekedar datang dan memilih di TPS, tetapi juga turut melakukan pengawasan atas potensi adanya kecurangan yang terjadi serta melaporkan kecurangan tersebut kepada Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi proses Pemilu.
Hal ini dapat dilihat dengan adanya konflik kepentingan politik pasca pemilu, berbagai laporan dugaan pelanggaran pemilu yang ditangani oleh lembaga berwenang seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Mahkamah Konstitusi (MK). Kondisi ini, baiknya menjadi referensi maupun refleksi, sekaligus proyeksi agar kedepan proses penyelenggaraan pemilu menjadi lebih berkualitas dengan meminimalisir potensi dugaan pelanggaran dalam kontestasi sirkulasi elit 5 tahunan tersebut.
Partisipasi Publik Mengawal Pemilu
Suksesi Pemilu serentak nasional 2024 kini tengah bergulir sejak resmi di-launching oleh KPU secara nasional pada 14 juni 2022. Dalam prosesnya, tahapan penyelenggaraan pemilu (election periods) kini sedang berada pada tahapan verifikasi administrasi pasca pendaftaran bakal calon legislatif (DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/kota) serta calon perseorangan Dewan Perwakilan Daerah atau DPD yang dimulai pada tanggal 15 Mei sampai dengan 23 juni 2023 sesuai jadwal dan tahapan yang di isyaratkan dalam Peraturan KPU.
Memang kontestasi demokrasi prosedural sedang dalam penguatan dan pemantapan kala memasuki tahapan pemilu serentak pilpres dan pileg 2024. Namun, eskalasi politik didaerah tampak semakin dinamis, seiring dengan manuver para elit partai politik peserta pemilu serta tim sukses dalam meraih simpati pemilih di ruang publik dan justru intensitas juga dinamikanya kian tinggi meski dilakukan di luar jadwal kampanye yang nantinya ditetapkan KPU.
Menurut data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dirilis Bawaslu RI, Maluku Utara merupakan daerah yang rentan akan potensi pelanggaran dan konflik kepentingan politik tertinggi setelah DKI jakarta dan Sulawesi Utara. Penempatan Maluku Utara sebagai daerah dengan tingkat kerawanan tinggi ketiga nasional tersebut bukan semata-mata berdasarkan dugaan dan asumsi tetapi bersumber dari data dan fakta yang dikumpulkan dari kepolisian, instansi terkait, dan data internal Bawaslu Malut dalam penanganan pelanggaran selama pemilu berlangsung.