Dalam konteks itu, tantangan besar hajatan kompetisi demokrasi di Malut dari periode ke periode rezim, tak terlepas dari praktek politisasi SARA, ujaran kebencian, berita bohong dan politik uang serta potensi pelanggaran netralitas ASN. Di saat yang bersamaan, kaum pemerhati Demokrasi, aktivis sosial dan mahasiswa terus meneriakkan pekikan bernada kritis karena tidak demokratisnya suatu kontestasi dan kompetisi demokrasi, khususnya di level lokal.
Pertanyaannya, dapatkah kita optimis atau justru kritis terhadap skenario demokrasi yang sedang berkembang di tengah arus global dewasa ini? George Scrensen, seorang profesor bidang sosial dan ekonomi internasional di Universitas Aarus, Denmark, mengatakan bahwa esensi demokrasi adalah adanya kompetisi, partisipasi dan kebebasan.
Dimana kompetisi meniscayakan adanya kesempatan atau hak yang setara bagi seluruh warga negara untuk turut mewujudkan tujuan kolektif negara tersebut. Partisipasi meniscayakan adanya kewajiban seluruh warga negara untuk ikut serta mewujudkan tujuan kolektif suatu negara. Dan kebebasan adalah kekuasaan atau hak yang diberikan kepada warga negara untuk melakukan dan memilih apa saja tanpa adanya paksaan eksternal selama tidak mencederai hak-hak warga negara lain atau hal kolektif suatu negara.
Kebebasan bertujuan melindungi setiap manusia, termasuk perlindungan terhadap originalitas dan kedaulatan hak pemilih dalam proses politik dan demokrasi pemilu, tanpa tercederai bahkan dimanipulasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Konsepsi ini memiliki relevansi yang kuat dengan Demokrasi ala Tocquevile yang merupakan pembelaan cerdas bagi bahaya yang mengiringi keuntungan aturan main demokrasi.
Dimana demokrasi yang bertujuan untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat haruslah mengandung moral publik. Suatu ego partikular setiap manusia kedalam ego universal bernama rakyat. Baru pada konteks inilah “vox populi” alias suara rakyat dapat menjadi “vox dei” suara Tuhan.
Ramlan Subakti, salah satu ilmuwan politik terkemuka Indonesia, menyebutkan salah dari tujuh parameter yang menjadi prinsip pemilu demokratis adalah adanya partisipasi semua unsur masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemilu.
Bentuk partisipasi masyarakat di antaranya terlibat dalam semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan, pengawasan pada setiap tahapan Pemilu dan Pemilihan, sosialisasi Pemilu dan Pemilihan Berpartisipasi dalam Pendidikan Politik bagi Pemilih pemantauan Pemilu dan Pemilihan dan survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dan Pemilihan Penghitungan cepat hasil Pemilu dan Pemilihan.
Senada dengan itu, Henry B. Mayo dalam bukunya Introduction to Democratic Theory memberi definisi demokrasi sebagai sistem politik yang demokratis yakni sistem yang di dalamnya kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.