Pemilu yang sejatinya merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih perwakilan di eksekutif dan legislatif baik di level nasional hingga provinsi dan kabupaten/Kota seakan-akan menjadi pertaruhan harapan.
Berkenaan dengan itu, momentum Pemilu sejatinya memberikan kesempatan bagi setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk berpartisipasi menggunakan hak politiknya.
Dengan dan melalui Pemilu pula diharapkan menjadi sarana pendidikan politik dan perwujudan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin pemerintahan dan anggota dewan perwakilan sebagai representasi rakyat yang tentunya juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, serta mendorong kemajuan bangsa.
Senada dengan itu, demokrasi yang pada hakikatnya memfasilitasi dan memberikan kemerdekaan kepada rakyat haruslah mengandung moral publik. Suatu ego partikular setiap manusia kedalam ego universal bernama rakyat. Baru pada konteks inilah “vox populi” alias suara rakyat dapat menjadi “vox dei” suara Tuhan.
Dalam negara demokrasi, jabatan yang berfungsi mengurus hajat masyarakat umum merupakan jabatan publik yang sumber legitimasinya meniscayakan adanya persetujuan rakyat. Dalam konteks inilah pemerintahan demokratis identik dengan bentuk pemerintahan republik yang mengandaikan bahwa pengisian jabatan publik harus dikembalikan kepada persetujuan rakyat (res publica).
Oleh karna itu, melalui kanal pemilu, pengembangan politik harapan dimasa depan kian banyak bergantung kepada pejabat publik, terutama eksekutif dan legislatif yang berada dalam posisi utama penetapan regulasi dan kebijakan publik.
Dalam berbagai pendapat menyebutkan bahwa, pemilu harus diteropong dalam logika politik, Dante Germino misalnya, penulis buku tentang ideologi dan politik asal Amerika mengatakan bahwa politik sebagai percakapan dari banyak suara, pada konteks ini, satu suara rakyat sangatlah berharga dan memiliki nilai dimata pemburu jabatan publik.
Oleh karena itu, menjadi rakyat yang berdaulat adalah penentu segala-galanya dimasa depan termasuk masa depan yang lebih maju dan sejahtera, bahkan sebaliknya, suara rakyat bisa menjadi kekuatan perusak, semuanya berada ditangan masyarakat sendiri.
ASA KEMERDEKAAN.
Tinggal sehari hari lagi Republik Indonesia akan merayakan ulang tahun Kemerdekaan yang ke – 78. Refleksi seremoni tahunan di bulan agustus tersebut tentu memberi sebuah perenungan tersendiri bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
17 Agustus merupakan simbol kongkret kemerdekaan yang termanifestasi dalam UUD 1945 yang menegaskan fungsinya yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Tapi, persoalan mulai timbul ketika upaya memuliakan hak dasar warga negara itu diletakkan dalam konteks ke-Indonesiaan hari ini. ada semacam suasana psikologi-sosial yang mengandaikan bahwa kini, eksistensi kebangsaan seakan-akan berada pada wajah yang lain-indonesia yang kian jauh dari yang dicita-citakan sebelumnya.