Oleh:
Abdul Motalib Angkotasan (Dosen Univerisitas Khairun & Direktur Borero Institute Maluku Utara)
Pemilihan kepala daerah sedang berlangsung seantero Nusantara. Para kandidat dan tim sukses mulai putar otak, mengadu narasi dan strategi. Menggiring opini publik dengan cerdik untuk menopang popularitas dan elektabilitas kandidat.
Ada juga yang mencoba membangun hates speech, black campaign dan negative campaign. Semua itu adalah seni dalam irama politik masa kini. Namun publik terutama Generasi Z (Gen-Z) perlu tahu cerita dibalik panggung depan yang mentereng itu. Politik tidak seindah temaram purnama ditaburi bintang.
Karena awan hitam dan badaipun selalu melanda dalam perjalanan di panggung politik. Sayangnya, informasi utuh kadang tersembunyi di balik skema publikasi yang disuguhi dalam proses suksesi.
Generasi Z adalah generasi yang lahir di tahun 1997-2012, itu artinya saat ini berada pada usia pemilih pemula. IDN Research Institute merilis laporan tentang generasi Z tahun 2024, mengemukakan bawah generasi Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Saat ini merupakan kelompok generasi terbesar di Indonesia dengan jumlah 27,94% dari total penduduk atau 74,93 juta jiwa. Generasi Z Indonesia muncul sebagai kelompok demografi terbesar di negara ini, yang membentuk ekonomi, politik, dan budaya negara.
Basuki pada tahun 2020 menulis dalam artikel ilmiahnya berjudul ‘Sistem Pendidikan Bagi Generasi Z’ mengemukakan bahwa Gen-Z menjadi generasi yang memiliki karakter kuat, tangguh dan berwawasan nasional akan mampu mengemban tugas masa depan yang penuh tantangan.
Itu artinya Gen-Z punya kesadaran politik yang akan menentukan pilihan politiknya berdasarkan informasi di media sosial yang cukup disisi lain, mereka perlu mengetahui berbagai cerita di balik proses politik panggung depan.
Sebagai preferensi politik, berikut cerita politik buat Gen-Z yang perlu dipahami. Pertama, tas berisi merebut rekomendasi. Buat mendapat rekomendasi pendaftaran resmi dari partai pengusung yang dikenal dengan Form B1KWK, butuh effort lebih. Bukan hanya jejaring politik, komunikasi politik yang terbangun tapi juga tas yang berisi.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyaknya logistik menjadi penentu keluar tidaknya rekomendasi ke pasangan calon. Akibatnya, politik biaya tinggi menjadi keniscayaan pada arasy politik saat ini. Kita sudah bisa membayangkan, apa yang akan terjadi nantinya. Syukur-syukur, pemimpin yang terpilih punya hati untuk membangun negeri, dan tidak berorientasi mengembalikan isi tas yang sudah diberi.
Kedua, perang kuasa menuju kursi penguasa. Di panggung belakang, politisi menghitung langkah dan strategi, bak permainan catur. Langkah pertama menentukan kemenangan dalam pemilihan kepala daerah. Salah satu langkah pertama yang dihitung adalah berafilisasi dengan partai penguasa untuk menggerakan instrumen kekuasaan.
Ketiga, narasi indah berujung eksekusi. Langkah lain yang selalu dijadikan strategi politik adalah berawal dari narasi untuk menggirng opini publik dan psikologi politik massa. Tujuannya agar popularitas dan elektabilitas dapat diperoleh.