Pilkada 2024; Kemerdekaan untuk Memilih

Hal tersebut dimaknai bahwa rakyatlah yang berdaulat mewakili kekuasaannya kepada suatu badan, yaitu pemerintah. Jika pemerintah tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya yang dibebankan rakyak padanya, maka rakyat melalui Pemilu berhak untuk melakukan evaluasi secara demokratis dengan menentukan kembali pemerintah yang akan dipilih melalui Pilkada

Dalam negara demokrasi, penggunaan kepercayaan dan mandat rakyat oleh pejabat publik di daerah harus dipertanggungjawabkan secara berkala melalui mekanisme Pilkada. Sejatinya Pilkada dirancang sebagai mekanisme sirkulasi elit 5 tahunan yang reguler untuk melakukan evaluasi total terhadap penggunaan kepercayaan dan mandat politik yang telah diberikan oleh rakyat pada momentum sebelumnya. Melalui Pilkada juga, rakyat sebagai pemilik utama (primus interpares) kekuasaan dalam negara demokrasi justru menemukan penegasannya.

Menurut internasional IDEA, sebuah organisasi internasional yang mendukung demokrasi berkelanjutan di seluruh dunia, mendefinisikan demokrasi sebagai “pengendalian rakyat terhadap para pembuat kebijakan dan kesetaraan politik bagi mereka yang menjalankan pengendalian itu”.

Secara lebih khusus, demokrasi ideal “berupaya menjamin kesetaraan dan kebebasan asasi; memberdayakan rakyat kebanyakan; menyelesaikan perselisihan melalui dialog
damai, menghormati perbedaan; serta menghasilan pembaharuan politik dan sosial tanpa konflik”.

Kedaulatan rakyat juga dipertegas dalam konstitusi UUD 1945 yang dapat dijadikan sistem politik yang dikehendaki oleh semua pihak. Hal tersebut menguatkan tafsir tekstual atau _Original Intent_ pada pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Diperkuat pula dengan bunyi ayat (2) sebagai landasan konstitusional yang mengatakan: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Senada dengan hal tersebut, intensitas kedaulatan rakyat sebagai pemilih dalam UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada didefinisikan sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota, yang dilaksanakan siara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

BACA JUGA   Pesan Politik untuk Generasi Z

Dalam konteks penyelenggaraan pemilu, rakyat sebagai pemegang mandat kuasa harus sadar dan memahami hak dan kewajibannya untuk menjaga serta memperkuat kedaulatannya selama pra hingga pasca kontestasi dan kompetisi Demokrasi elektoral di daerah.

Salah satu yang menjadi kewajiban penting dalam penyelenggaraan Pilkada yaitu warga negara sebagai masyarakat, penduduk serta pemilih harus mengetahui dan mengikuti aktivitas penyelenggaraan tahapan Pilkada dimulai sampai dengan pasca pemungutan suara.

Implementasi Kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan Pilkada adalah mengawal tahapan dan proses penyelenggaraan agar tetap on the track sesuai asas dan prinsip-prinsip penyelenggaraan Pilkada. Menciptakan suatu kondisi budaya politik masyarakat yang partisan sehingga masyarakat mengerti bahwa status sebagai warga negara, penduduk, dan pemilih dengan memberikan perhatian lebih terhadap sistem politik dan demokrasi elektoral tidak hanya mekanisme teknis yang dijalankan dalam Pemilihan seperti pemutakhiran data pemilih, Pencalonan, kampanye, pemungutan suara, cara penghitungan, penentuan hasil, dan
sebagainya yang sifatnya teknis.