Ancaman terbesar justru datang dari perairan kita sendiri, di mana 69 jenis ikan ekonomis penting yang sering kita konsumsi (seperti; tuna, cakalang, tongkol (TCT), sardinella lemuru, ikan kakap, ikan kembung, ikan Selar, Ikan Teri, Ikan Kerapu, Ikan Boronang, Ikan Barakuda, Ikan Layang Ikan Bawis, Ikan Kuwe, Ikan bandeng, Ikan Bawal, Ikan Nila, Ikan Mujair dan lain-lain) di seluruh perairan Indonesia dari berbagai habitat; laut (pelagis, demersal, dan karang), sungai, danau dan muara serta tambak yang diteliti dalam rentang waktu 2012 hingga 2024, semuanya telah terpapar mikroplastik.
Mengapa? Lagi-lagi karena sampah plastik yang tidak bisa terurai secara biologis terdegradasi menjadi pecahan atau puing-puing polimer yang lebih kecil membuatnya lebih mudah menyebar diberbagai habitat, terakumulasi di dalam jaring-jaring makanan melalui organisme penyaring dan ikan-ikan planktonivora, berpindah lagi dari bebepara jenis ikan ke jenis ikan yang lain melalui proses makan-memakan, dan akhirnya merusak tatanan mata rantai makanan dan ekosistem itu sendiri.
Manusia Sebagai Bagian dari Entitas Ekologis
Sebagai Negara kepulauan dan punya garis pantai terpanjang kedua di dunia, dikelilingi oleh laut yang membentang antara dua samudra, yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, juga Zona Ekonomi Ekslusive (ZEE) yang luasnya ±5 juta kilometer persegi, Indonesia memiliki ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang serta keanekaragaman hayati laut dan potensi sumberdaya perikanan yang luar biasa. Sayangnya, potensi kemaritiman dan kelautan yang begitu besar tidak hanya belum termanfaatkan dan dikelola secara baik, juga diperparah dengan perilaku kita yang menyimpang dan merusak.
Jutaan ton sampah plastik yang terbuang setiap tahun di laut, terdampar dan memenuhi ruang-ruang pesisir pantai, mengembang dan mengayung-ngayung mengikuti arus dan gelombang samudra, mengendap di dasar laut, membunuh jutaan burung dan mamalia laut serta terkontaminasinya pulutan mikroplastik oleh berbagai organisme perairan (terutama jenis-jenis ikan ekonomis penting) sebagai penyedia protein bagi manusia adalah bukti pengabaian dan perilaku ketiadaaan moral kita terhadap alam dan lingkungan ekosistem kita sendiri.
Ide dan atau gagasan terbaik untuk menyelamatkan kondisi lingkungan ekosistem dari darurat sampah, bahaya pencemaran dan ancaman kerusakan adalah dengan membangkitkan kesadaran moral dan spritualitas kita bahwa eksistensi kehidupan manusia sesungguhnya adalah satu paket, atau bagian yang tak terpisahkan dari entitas ekologis itu sendiri. Ketidakseimbangan dan kekacauan itu terjadi karena kita tidak mau belajar, kita tidak mau mendengarkan dan kita tidak mau tahu.
Kita mengesampingkan akal sehat dan lebih mengedepankan keegoan dan kesombongan kita terhadap alam. Padahal kita hadir untuk belajar (bacalah?!) karena memang kita punya kapasitas itu, lebih dari siapapun yang pernah diciptakan oleh Tuhan. Kapasitas untuk mengendalikan, kapasitas untuk menyempurnakan, kapasitas untuk menyelaraskan serta kapasitas untuk memberikan yang terbaik, bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk alam, lingkungan dan seluruh komponen penyusun (biotik dan abiotik) yang ada di dalamnya.