“Fenomena ini murni bersifat geologi di mana curah hujan yang tinggi menyebabkan material vulkanik di hulu yang tidak lagi mampu menahan beban, akhirnya turun melalui anak sungai dengan diameter lebih kecil hingga menyebabkan banjir,” jelasnya, https://www.rri.co.id/(Sofyan A. Togubu).
Akibat dari bencana yang beruntun itu, korban tewas dan hilang mencapai kurang lebih puluhan orang, dan ada yang luka-luka, bahkan ada yang mengungsi. Karena pemberitaan yang begitu massif, kesedihan pun merebak ke seluruh Nusantara. Selain soal fakta yang memilukan, yang membuat suasana kian tak menentu adalah munculnya beragam interprestasi atas bencana yang telah terjadi dengan bumbuh-bumbuh irasionalitas yang melampaui batas-batas proporsional.
Salah satu interpretasi, yang menurut penulis tidak proporsional adalah banyaknya anggapan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, ini pasti perbuatan manusia sekitar dan lain-lain sebagainya, dan juga ada ungkapan bahwa bencana merupakan azab atau hukuman dari Allah SWT.
Sementara pengertian Azab, menurut Ensiklopedi Islam yang ditulis oleh puluhan intelektual Muslim Indonesia berasal dari bahasa Arab yang artinya siksaan, pembalasan, atau hukuman Alllah SWT bagi hamba-hamba-Nya yang melanggar peraturan-Nya atau hukum-hukum-Nya.
Mengacu pada pengertian diatas menurut penulis anggapan bencana sebagai azab Allah jelas tidak proporsional karena yang demikian itu sama artinya dengan buruk sangka (su’udzan), bukan saja pada para korban dan masyarakat sekitar wilayah bencana, tapi juga pada Allah SWT. Padahal (Allah) Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kalau pun Allah dianggap memberi azab, pastilah azab itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang membuat kesalahan, yang melanggar peraturan-Nya, atau hukum-hukum-Nya, bukan pada orang-orang yang tak berdosa (apalagi bagi anak-anak yang masih ‘suci’).
Memberi hukuman bagi yang tak berdosa bertolak belakang dengan sifat-Nya yang Maha Kasih dan Maha Adil. Interpretasi yang proporsional terhadap bencana adalah, pertama, ia merupakan peristiwa yang tidak lepas dari Sunnatullah (pesan dan peringatan) manusia yang di timbulkan akibat kelalaian manusia, bumi beserta isinya.
Hal ini juga menurut IAGI (Abdul Kadir Dedi Arif, 2024), merupakan Fenomena yang bersifat geologi di mana curah hujan yang tinggi menyebabkan material vulkanik di hulu yang tidak lagi mampu menahan beban, akhirnya turun melalui anak sungai dengan diameter lebih kecil hingga menyebabkan banjir. Sehingga untuk meminimalisir kesalahan atau kelalaian manusia pada hukum sebab akibat bencana bisa dihindari dengan menutup segala kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya bencana.
Untuk menghindari bencana tanah longsor misalnya, bisa di lakukan dengan menahan tanah yang berpotensi longsor dengan tanaman-tanaman yang berakar kuat atau dengan membanggun tembok-tembok yang kokoh dan mampu menahaan perbukitan agar tak terjadi longsor. Bencana banjir juga bisa dihindari dengan menyediakan lahan serapan air yang memadai, atau dengan sistem drainase yang modern.