Tabbayun (Untuk Bung Olis)

Terkait dengan surah Al Hujurat ayat 6 yang dipakai Bung Olis dalam tulisannya, dan menurut tafsirnya memberi penekanan pada pekerja pers sesungguhnya keliru jika kita dalami tafsir Al-Misbah Muhammad Quraish Shihab. Sebab ayat itu turun, adalah berita bohong yang disampaikan Al Walid bin Uqbah ketika diutus Rasulullah SAW untuk mengambil zakat kepada Al Harts sebagai mana janji Al Harts kepada Rasulullah ketika ia masuk islam, dalam perjalanannya Uqbah tidak pernah bertemu Al Harts tapi dia kembali ke hadapan Rasulullah dan mengatakan bahwa Al Harts tidak mau menyerahkan zakat dan hampir membunuhnya. Kemudian ayat ini turun untuk mengingatkan Rasulullah jika ada orang fasik datang membawa kabar penting maka harus tabbayun.

Tapi apakah ketika Rasulullah tahu Uqbah seorang fasik kemudian menyebarkan berita itu kepada orang-orang? Tidak. Jadi sebenarnya fungsi pers telah terhenti ketika sudah melakukan tabayyun atas sebuah kabar atau informasi atau berita. Karena tabayyun dalam tafsir Al Misbah atas ayat ini, cari tahu, cek and ricek, selidiki. Jika kemudian anda tahu kabar itu suatu kebohongan maka tinggalkan. Jika dianggap kabar itu benar, ukur dulu boleh disampaikan atau tidak, ada etikanya.

Quraish Shibab menerangkan ada 3 tingkatan sampai suatu berita boleh disampailan. Pertama, sodorkan pada akal anda, ini boleh disebarkan atau tidak. Jika akal membolehkan selanjutnya sodorkan pada agama, ini baik atau tidak untuk disebarkan. Jika akal membolehkan, agama membolehkan maka yang terakhir apakah ini boleh disebarkan hanya pada satu orang (terbatas) ataukah ke publik.

Bisa jadi gagasan atau informasi tentang seseorang dalam bentuk opini yang belum jelas kebenarannya yang anda sebar apalagi hanya dengan mengutip ucapannya lewat sepotong video via medsos meskipun benar, tanpa orang itu tahu maka anda telah melakukan perbuatan ghibah. Bisa jadi informasi yang anda sampaikan benar namun menimbulkan kesalahpahaman dalam masyarakat ketika menerimanya sehingga membuat perpecahan maka anda termasuk penghasut.

BACA JUGA   Halmahera ; Sebuah Tafsir Ekologi

Diawal tulisan Bung Olis setelah mencopy paste Al Hujarat ayat 6, ia membukanya dengan kalimat berita itu amanah, yang saya curigai diambil dari ceramah Ustad Abdul Somad “Ada amanah dalam berita” karena sulit sekali kita menemukan literatur tentang ini, dan saya kesulitan mencari referensi juga dalillnya sampai menemukan ceramah ustad UAS. Menurut UAS ketika wartawan menyampaikan berita tidak benar maka sesungguhnya hukumnya ada dua, di dunia dan akhirat. Namun apabila seorang wartawan menyampaikan berita yang benar maka ia akan mendapatkan pahala. Ada amanah dalam berita. Ini lebih mengerikan ketika orang mempermainkan berita hanya untuk setengah sayap nyamuk atau dunia.” Tausiyah ini disampaikan UAS dengan tajuk “Kode Etik Jurnalistik Dalam Perspektif Islam.”

Pada paragraf 1,2 dan 3 Bung Olis berusaha menafsir Al Hujurat ayat 6 untuk menguatkan argumentasinya akan sebuah berita yang batalkan oleh kefasikan. Dimana kata fasik itu terambil dari kata ‘fasaqah’ dalam tafsir Al Misbah, yang mulanya bermakna terkelupasnya kulit buah yang sudah matang atau keluarnya seseorang dari tuntunan agama karena ucapannya. Pada mulanya bermakna seperti itu, namun dalam rumus pakar-pakar hukum islam, fasik itu, orang-orang yang melakukan dosa besar atau seringkali melakukan dosa-dosa kecil tanpa sadar tanpa bertaubat.