Di salah satu sudut ruangan, dua perempuan asik bercengkrama, sesekali melepas senyum, di atas meja, dua cup Titik Temu berkepulan asap tipis. Vivin dan Gatri mengakui bahwa dalam seminggu mereka harus menyisihkan waktu untuk menikmati kopi di kedai Titik Temu.
“Kadang sendirian, kadang juga bersama teman, ngopi seperti menjadi rutinitas seminggu sekali, bahkan bisa tiga kali seminggu,” terang Vivin.
Sedangkan Gatri menyatakan kebiasaan nongkrong di kedai kopi sedari waktu mengenyam pendidikan di kampus.
“Sewaktu masih mahasiswa di Ternate, ngopi menjadi kegiatan wajib, apalagi perempuan yang sering swafoto, di Titik Temu, kami menikmati kopi sekaligus kenyamanan yang berbeda,” akunya.
“Dari segi penamaan, Titik Temu cenderung feminim, dan lokasi kedai di Tugulufa mudah kami untuk mengakses,” tambah Gatri.
Perilaku Vivin dan Gatri sejalan dengan survei Jakpat, budaya ngopi cenderung diasosiasikan melekat ke anak muda, secara detail 66% generasi Z mengkonsumsi kopi setiap hari, sedangkan generasi Milenial mengkonsumsi hanya sekali dalam sehari. Kemudian disusun generasi X mengkonsumsi kopi dua sampai tiga hari sekali. Setelah sarapan dan sore hari menjadi waktu yang paling sering mengkonsumsi kopi.
Di tengah persaingan bisnis kedai kopi yang kompetitif di Tidore, sang owner yang juga mahasiswa jurusan arsitektur itu memiliki dua cara untuk menggaet pelanggannya agar tetap setia.
“Kita mesti konsisten tetap menjaga kualitas signature Titik Temu dan kenyamanan bagi pelanggan,” pungkasnya sambil memasukan biji kopi ke dalam mesin.
Penulis : Firman M. Arifin
Editor : M. Rahmat Syafruddin