Urgensi Penataan Sistem Pemilu sebagai Upaya Penguatan Stabilitas Sistem Pemerintahan Presidensial

Di sisi yang berkaitan juga perlu diingat bahwa tidakan KPU ini sulit dihindarkan dari tafsiran orkestrasi politik pihak yang berkepentingan. Mengingat sedang dilakukannya uji materi di Mahkamah Konstitusi terhadap ambang batas usia minimal capres-cawapres, sebut saja gugatan yang diajukan partai solidaritas Indonesia yang ingin memastikan kepentingan demokratisasi Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming, tentunya mereka menjadi pihak yang sangat dirugikan dibalik Langkah KPU tersebut.

Sudah barang tentu juga di lain hal terdapat pihak yang diuntungkan bagi mereka yang tidak ingin menunggu keputusan MK, juga mereka yang telah kompak mengusung bakal capres-cawapres ketimbang mereka yang belum, sebut saja PDIP dan Gerindra. Dalam range waktu pemilu yang mepet ini maka konsekuensi irasional yang rakyat dapatkan ialah kita kehilangan durasi untuk mengenal kualitas program dan kualitas mutu isi kepala bakal calon presiden dan wakil presidenn, dan di kemudian hari jua, pemilu 2024 hanyalah residu yang berjarak jauh dari kualitas demokrasi yang mengakar lagi berbudaya.

Apabila kita mengacu pada konstitusi Pasal 22E yang dimaksud dengan azas pemilu ialah Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan, Adil, maka pertanyaannya kemudian apakah proses dimajukan pendaftaran capres-cawapres tersebut adil bagi seluruh pererta pemilu?,adil bagi pemilih?, dan adil juga bagi penyelengara pemilu?, tidak hanya di pusat namun juga di daerah.

Bukankah prinsip pemilu itu “pasti prosesnya, tak pasti hasilnya?” dan tidak mesti dibalikkan pasti hasilnya namun tak pasti prosesnya “sudah ditentukan siapakah pemenangnya,” hal inilah yang perlu dijawab oleh Komisi Pemilihan Umum serta dimaknai sebagai suatu prinsip pemilu yang universal lagi berkeadilan. Karena pada akhirnya gagal merencanakan suatu proses pemilu yang berkepastian sama saja merencanakan untuk gagal mendapatkan suatu sistem presidensial yang stabil juga efektif.

BACA JUGA   Human Capital dan Hak Konstitusional  Warga Negara di Bidang Pendidikan

Beranjak dari uraian permasalahan tersebut, tentu alasan mengenai penataan sistem pemilu sebagai suatu upaya untuk memperkuat sistem pemerintahan perlu menjadi sebuah perhatian khusus. Memperkuat suatu sistem pemerintahan yang efektif sudah barang tentu akan ekuivalen dengan permasalahan-permasalahan baru misalnya konstruksi kelembagaan, struktur organisasi politik, kesiapan sistem pemilu serta sarana prasana dan lain-lain.

Konklusi

Melemahnya check and balance dari lembaga perwakilan karena mayoraitas partai politik di pembaga perwakilan mempunyai “wakil” di kabinet. Salah satu semangat dari ajaran konstitusionalisme ialah kekuasaan pemerintah haruslah dibatasi. Di antara berbagai macam pembatas itu, lembaga legislatif merupakan filter wakil rakyat di dalam kukasaan negara, DPR memegang fungsi kontrol yang sangat vital di dalam menjaga stabilitas pemerintahan. Namun lihatlah, sistem multi partai kemudian melahirkan kabinet multipartai dan koalisi mayoritas parlemen pendukung pemerintah yang tidak efektif menjalankan fungsi check and balance, namun secara incheck and inbalance.

Semua persoalan itu hanya bisa diatasi apabila para pemangku kebijakan pada setiap level lembaga negara mampu menjalankan sistem pemerintahan presidensial secara konsisten sesuai amanat UUD 1945 serta tidak mendahulukan lobying politik (Political Interedi dalam setiap pengambilan kebijakan. Kebutuhan akan suatu perubahan konstitusi sudah merupakan suatu keniscayaan, bisa dikatakan terlalu benyak persoalan yang belum sempat diatur dalam amandemen UUD 1945 yang ke-4 (empat), yaitu; persoalan kejelasan UUD 1945 mengatur mengenai sistem pemerintahan yang dianut oleh Negara Republik Indonesia, persoalan arah kebijakan pembangunan negara hingga persoalan penataan lembaga-lembaga negara politik dan non-politik dalam mengartikulasi kewenangannya, kesemuanya itu perlu kiranya menjadi perhatian para pembelajar hukum, terutama bagi mereka yang menggeluti Hukum Tatanegara dan Hukum Pemilu. Wallahu a’lam bishawab.