Oleh:

Gusti Ramli (Ketua SEMA HABAR Kota Ternate)

Dalam perjalanan kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Halmahera Barat pada bulan November lalu, telah meninggalkan serpihan problem yang berkepanjangan. Maka melihatlah dengan mata belas kasih, mendengarlah dengan telinga toleransi, dan berbicaralah dengan bahasa cinta.

Kalimat pengantar di atas merupakan gambaran yang penulis coba gambarkan mengenai kondisi Kabupaten Halmahera Barat di bawah kepemimpinan James Uang dan Djufri Muhammad sebagai Bupati dan Wakil Bupati pada periode yang kedua ini.

Buah pikir ini merupakan kelanjutan dari karya ilmiah sebelumnya yang ditulis pada 27 Februari 2023 yang diberi judul “Pabos di Bawah Cengkeraman Oligarki”. Mengawali buah karya ini, kiranya dapat menjadi alarm untuk membangunkan pemerintah kabupaten dan anggota legislatif yang seakan-akan hilang akal dan tertidur pulas.

Penulis sadari, kondisi ekonomi daerah saat ini sedang dalam keadaan terpuruk. Dengan adanya instruksi efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto, sangat berdampak buruk di setiap daerah. Efisiensi anggaran dari pemerintah pusat ini berdampak di beberapa aspek, khususnya pembangunan infastruktur, apalagi Kabupaten Halmahera Barat yang hanya bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH), baik provinsi maupun lemerintah pusat.

Hal ini selaras dengan ketergantungan kabupaten pada investor asing tanpa melihat potensi daerah pada sektor perikanan dan kelautan serta pertanian dan kehutanan.

Ketergantungan inilah yang membuat kepala daerah dan anggota legislatif dengan bangganya melanjutkan pembangunan dengan melobi investor pertambangan ekstraktif. Hal ini rasanya bukan upaya melanjutkan perjuangan, melainkan memperpanjang kekacauan.

Alih-alih melanjutkan cita-cita perjuangan Kapita Banau, Pua En, Page Salasa dan sederet pahlawan lainnya. Kini, wilayah perjuangan Kapita Sikuru dari Ngara Ma Beno (Loloda) harus menanggung semua kepuasan pemerintah daerah dan antek-anteknya. Padahal kabupaten ini masih memiliki sekumpulan potensi Sumber Daya Alam yang bisa digarap untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

BACA JUGA   Husain Alting Sjah Sampaikan Visi-misi di HUT ke-12 Tahun Komunitas Jarod

Kita mestinya bersyukur dengan wilayah yang memiliki bonus demografi dan wilayah yang strategis, sehingga dapat menempatkan sektor perikanan dan pelautan serta pertanian dan kehutanan sebagai basis penunjang PAD. Namun, bonus demografi ini justru tidak diatur dan dimanfaatkan dengan baik.

Secara umum, penulis hanya menggambarkan sedikit dampak dari hadirnya pertambangan. Kita harus melihat kondisi Kabupaten Halmahera Tengah yang hari ini didominasi oleh beberapa investasi pertambangan, melalui beberapa sumber yang tersedia, pada tahun 2023 terjadinya pencemaran atau perubahan air Sungai Sagea Kecamatan Weda Utara akibat Tambang Nikel (Sumber: Berita Tempo Plus), ditambah lagi dengan terjadinya dua kali banjir di Desa Lukolamo, Trans Kobe, Lelief dan beberapa desa yang masuk dalam wilayah lingkar tambanv akibat luapan Sungai Kobe.

Walhi Maluku Utara menyimpulkan, terjadinya bencana banjir, akibat deforestasi dan degradasi hutan dari masifnya pemberian izin konsesi pertambangan nikel oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Pusat tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan (Sumber: Mahmud Ichi, MONGABAY).