Ternate – Sentral Mahasiswa Halmahera Barat (Semahabar) Kota Ternate, tegas menolak kehadiran PT. Geo Dipa Energi (GDE) dan PT. Tri Usaha Baru (TUB) di kabupaten Halmahera Barat.

Ketua Semahabar Kota Ternate, M Rifai Badarudin menegaskan, pihaknya menolak sikap pemerintah Kabupaten Halbar, yang berupaya menghadirkan investasi dari sektor pertambangan tersebut, karena khawatir akan mengganggu kelestarian lingkungan dan membawa dampak buruk terhadap masyarakat Halbar.

Menurutnya, kebijakan bupati terpilih, James Uang dan wakilnya Djufri Muhammad menghadirkan investasi pada ekploitasi panas bumi dan pertambangan emas, akan membawa masalah baru terhadap masyarakat. Kebijakan tersebut menurut Rifai, justru tidak selaras dengan 7 Visi Diahi Halmahera Barat yang menjadi tagline pasangan JUJUR Jilid II, serta masih banyaknya potensi alam lain yang lebih menjanjikan.

Langkah yang diambil Pemda Halbar dinilai Rifai sebagai langkah asal-asalan dan tidak memiliki master plan yang berlandaskan potensi dan pemetaan pembangunan wilayah, dalam menjalankan program 100 hari kerja pasca dilantik oleh presiden RI.

Langkah tersebut menimbulkan dugaan terhadap Pemda Halbar yang terkesan tidak belajar dengan studi kasus dari kabupaten lain di Maluku Utara, mengenai masalah ketergantungan ekonomi dan dampak ekologi juga konflik sosial yang dapat ditimbulkan.

Rifai menjelaskan, selain sebagai lumbung pangan bagi Maluku Utara yang menyuplai aneka komoditas pertanian, perkebunan dan perikanan. Halbar juga memiliki banyak potensi pariwisata yang menjadi daya tarik yang menjanjikan. Namun, akan sirna jika pemda menghadirkan dua perusahaan raksasa tersebut dengan harapan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta penyerapan tenaga kerja yang seolah menggiurkan tersebut.

“Investasi yang dimaksud adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) milik BUMN yang dinaungi oleh Kementerian Keuangan, yakni pemanfaatan panas bumi yang dikembangkan oleh PT. GEO Dipa Energi (GDE) menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di desa Idamdehe, Jailolo, Halbar,” ungkap Rifai. Senin (17/3).

BACA JUGA   Masyarakat Tomalou Siapkan Homestay Untuk Pengunjung FKNT 2022

Menurutnya, PT. GDE memiliki konsesi lahan pertambangan geometral seluas 13.850 hektar. Luas tersebut mencakup seluruh wilayah Jailolo Utara. Terdapat sebanyak 5 titik pengeboran, diantaranya, 1 titik di Desa Bobo, dan 4 titik di desa Idamdehe.

Lebih lanjut Rifai mengutip pendapat Fuad Azizi, Pegiat Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), bahwa  permasalahan lingkungan yang timbul dari energi panas bumi itu muncul lebih disebabkan oleh cara atau teknik yang dipakai dalam mengeksplorasi energi panas bumi. Teknik ini biasa disebut dengan “fracking” atau “hydraulic fracturing.

“Teknik fracking ini diketahui dapat meledakkan lapisan serpihan tanah yang menyimpan energi panas bumi, maka akan menyebabkan gempa minor akibat proses penambangan tersebut. Selain itu, Pertambangan tersebut membutuhkan sumber daya air dalam jumlah besar dan pasti berdampak pada pertanian warga,” terang Rifai.

Selain panas bumi, Pemda Halbar juga memberikan dukungan terhadap kehadiran perusahaan tambang emas, PT. Tri Usaha Baru (TUB) di Desa Nolu, Loloda, Halbar.