Akademisi IAIN Tanggapi Visi Husain Sjah Selamatkan Maluku Utara

Ternate – Salah satu akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Darsis Humah menyebut Maluku Utara perlu diselamatkan dari kerusakan, akibat pengelolaan pemerintahan yang amburadul, praktek korupsi, dan perusakan lingkungan.

Kerusakan tersebut terjadi karena menurut Darsis, dari aspek birokrasi dan administrasi pemerintahan, pemerintah Provinsi Maluku Utara selama ini tidak menaati prinsip good governance atau asas-asas pemerintahan yang baik.

“Itu terlihat dari tata kelola pemerintahan yang amburadul. Hampir semua dinas dalam pelayanan publik tidak ada kemajuan,” tegas mantan Wakil Rektor I IAIN Ternate tersebut. Selasa (21/5).

Pangkal masalah tersebut menurut Darsis, ada pada pimpinan tertinggi. Gubernur tidak ikut dan tidak paham prinsip asas umum pemerintahan yang baik dalam mengambil keputusan.  Tak heran, fit and proper test atau uji kelayakan yang menjadi syarat untuk menduduki kepala-kepala dinas, justru jadi rahasia.

“Akhirnya, uji kelayakan terkesan main-main saja. Orang baik banyak yang tidak direkrut. Jadi, tidak ada kompetisi dari sisi kepangkatan. Sebetulnya mereka tidak memenuhi syarat. Tidak ada pengalaman, tidak ada pengetahuan, dan tentu tidak sesuai,” katanya.

Masalah tersebut, misalnya seperti seorang sarjana atau magister pertambangan, yang justru ditempatkan jadi kepala dinas pendidikan. Akibatnya, pemerintahan tidak mungkin berjalan dengan baik karena ia tidak paham dengan kerjanya. Begitu juga yang terjadi di dinas-dinas lain.

Menurutnya, hampir semua penempatan posisi kepala-kepala dinas di tubuh Pemerintah Provinsi Maluku Utara tidak sesuai dengan kapasitas. Padahal, hadis Nabi juga melarang, “Apabila menempatkan orang bukan pada ahlinya, maka tunggulah masa kehancuran”.

“Seperti ini, sudah tidak taat pada prinsip-prinsip good governance, tidak taat juga pada prinsip agama,” tambahnya.

Belakangan, lanjut Darsis, baru terbukti setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktek jual beli jabatan yang selama ini ditutupi.

BACA JUGA   Kehabisan BBM, Dua Nelayan Tidore Hanyut ke Perairan Filipina

“Banyak yang terlibat sudah terbukti. Itu sangat berbahaya, menghancurkan birokrasi pemerintahan di Maluku Utara ini. Jadi, fit and proper test untuk apa. Bohong-bohongan,” kesalnya.

Kemudian, dalam manajemen hubungan antar lembaga, kata kandidat doktor Hukum UMI Makassar ini, perlu peran seorang pemimpin yang baik. Tetapi karena pemimpin sudah cacat, tidak lagi berwibawa, tidak lagi didengar bawahan. Maka hancurlah semua atasan dan bawahan.

“Masalah ini terbukti dengan hampir semua jabatan kepala dinas diisi dengan pelaksana tugas (Plt) dan pelaksana harian (Plh), termasuk saling pecat itu,” ungkapnya.

Menurutnya, selama ini, pemimpin di Maluku Utara, baik gubernur maupun kepala SKPD, tidak punya gagasan yang orisinal untuk membangun daerah. Tidak seperti pemimpin-pemimpin di daerah lain.

Zainal Basri Palaguna, misalnya, ketika ia memimpin Makassar atau Sulawesi Selatan di masa Orde Baru, ada konsepnya tentang perubahan pola pikir. Menjadikan Universitas Hasanudin sebagai mitra, ia mengubah pola pikir masyarakat supaya maju, bisa beradaptasi dengan perubahan.